JurnalPatroliNews – Jakarta – Kasus dugaan korupsi terkait sistem payment gateway di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali menyedot perhatian publik.
Kasus ini menyeret nama mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, yang sudah berstatus tersangka sejak tahun 2015, namun hingga kini belum ada kejelasan lebih lanjut.
Mantan Hakim Pengadilan Negeri, Irwan Yunas, yang juga seorang praktisi hukum, menegaskan bahwa pemerintahan baru di periode 2024-2029 perlu memberi perhatian serius pada kasus ini. Status tersangka Denny yang telah berjalan selama hampir satu dekade tanpa kepastian harus segera diselesaikan.
“Yang bisa menuntaskan pekerjaan ini adalah Jaksa Agung dengan perintah dari Presiden Prabowo,” kata Irwan kepada wartawan, Senin, 28 Oktober 2024.
Menurut Irwan, kasus yang semula ditangani oleh Kepolisian juga bisa dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia berpendapat, keterlibatan lembaga hukum lain diperlukan karena terlalu lama kasus ini dibiarkan tanpa progres.
“Kemungkinan ada kekurangan dalam melengkapi berkas, sehingga belum bisa dibawa ke pengadilan. Jika sudah lengkap namun tak juga dilanjutkan, hal ini tentu menjadi pertanyaan atas profesionalitas jaksa,” jelasnya.
Denny Indrayana sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian di era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Denny dituduh telah merekomendasikan dua vendor, yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia, untuk proyek payment gateway tersebut.
Penyidik memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp32,09 miliar, ditambah dugaan pungutan ilegal sebesar Rp605 juta dalam sistem tersebut.
Di sisi lain, Denny mengungkapkan bahwa payment gateway ini awalnya bertujuan memperbaiki sistem pembayaran paspor secara daring agar bisa menghilangkan praktik percaloan. Denny juga menilai kasus ini sengaja diungkit ketika ia memberikan kritik terhadap pemerintah.
“Setiap kali saya mengkritik kekuasaan, kasus ini selalu muncul kembali di publik,” tutur Denny.
Komentar