Kebijakan Dedi Mulyadi Disorot, Dinilai Lampaui Batas Kewenangan Gubernur

JurnalPatroliNews – Jakarta – Sejak resmi menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi langsung menyita perhatian publik melalui sejumlah kebijakan kontroversial yang dinilai melangkahi batas tugas dan fungsinya dalam struktur pemerintahan daerah.

Beberapa keputusan yang dikeluarkannya, seperti pelarangan siswa study tour ke luar provinsi, penghapusan seremoni kelulusan dari jenjang TK hingga SMA, hingga pengiriman siswa bermasalah ke lingkungan militer, memunculkan reaksi keras dari berbagai pihak.

Kebijakan lain yang turut menuai polemik adalah rencana menjadikan vasektomi sebagai salah satu prasyarat penerima bantuan sosial, serta pemberlakuan jam malam khusus untuk para pelajar.

Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat), Sugiyanto, mengkritik langkah-langkah Dedi yang dinilainya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Posisi gubernur bukanlah sebagai pemimpin hirarkis atas bupati dan wali kota. Ia bertugas sebagai pembina dan koordinator, bukan komandan lapangan,” kata Sugiyanto, Rabu, 28 Mei 2025.

Dalam sistem desentralisasi, sambungnya, kepala daerah di tingkat kabupaten/kota memiliki kemandirian penuh untuk menjalankan urusan pemerintahan di wilayah masing-masing. Maka dari itu, menurut Sugiyanto, kebijakan gubernur idealnya disusun melalui dialog dan kesepakatan bersama para pemimpin daerah tingkat dua, bukan keputusan sepihak.

Ia juga menegaskan bahwa peran gubernur harus difokuskan untuk memperkuat tata kelola lintas wilayah, bukan memaksakan satu arah kebijakan ke seluruh daerah.

“Gubernur itu jembatan, bukan penguasa tunggal. Tugasnya menyatukan langkah, bukan mengambil alih semuanya,” ujar Sugiyanto.

Sebagai solusi jangka panjang, ia menyarankan adanya penataan ulang hubungan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Penataan ini meliputi penegasan batas kewenangan, penguatan mekanisme partisipatif, serta penerapan sistem pertanggungjawaban yang lebih terbuka dan transparan.

“Fungsi utama gubernur adalah mengayomi dan menyinergikan, bukan memerintah secara otoriter. Koordinasi, bukan dominasi,” tutupnya.

Komentar