Pada sesi ke-empat (7/2) Dr. Anton Aliabbas (Kepala Center of Intermestic and Diplomatic Engagement dan Dosen PGSD), Tim Walker (Institute for Security Studies, South Africa), dan Rear Admiral (ret.) Derek Christian (South African Navy) memaparkan tentang pentingnya arti letak geografis negara termasuk perspepsi pemaknaan tentang konsep geografis terhadap pilihan kebijakan batas, akses, kontrol, penguasaan, dan tata kelola teritorial darat untuk memahami dinamika keamanan di Kawasan Samudera Hindia.
“Peningkatan aktifitas di ruang yang bersifat abu-abu (grey zone) di kawasan Samudera Hindia merupakan contoh nyata dalam memahami adanya rivalitas negara-negara besar (major power) dan bagaimana mereka berupaya untuk memperkuat pengaruhnya”, ujar Anton.
Dr. Ahmad Khoirul Umam (Managing Director Paramadina Public Policy dan Dosen PGSD), Prof. Gordon Flake (Perth US Asia Centre, dan Assistant Prof. Alexey Muraviev (Curtin University, Australia) memaparkan dan melakukan diskusi interaktif dengan para mahasiswa tentang konstruksi dan perspepsi negara besar terhadap sebuah kawasan untuk memahami prilaku dan pilihan kebijakan ekonominya termasuk dampak pengaruhnya terhadap kawasan termasuk Samudera Hindia.
“Besarnya tawaran dan ketersediaan investasi China melalui program ‘Belt and Road Initiative’ di satu sisi, serta tingginya kebutuhan investasi dalam negeri Indonesia bagi mendorong pertumbuhan ekonomi di sisi lain, harus dijamin melalui sistem transparansi dan akuntabilitas dalam proses inplementasinya” tegas Umam.
Adapun sesi ke-lima (8/2), Prof. Verena Tandrayen Ragoobur (University of Mauritius) memoderasi diskusi dengan Dr. Priya Bahadoor (University of Mauritius) dan Minkashi Dabee Hauzaree (Kementerian Luar Negeri Mauritius) tentang isu batas maritim Mauritius dan upaya penting Mauritius dalam mendorong kerjasama dan kolaborasi di Kawasan Samudera Hindia termasuk melalui IORA mengingat keberadaan sekretariat IORS di Mauritius.
Komentar