JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah mengumumkan bahwa revisi kedua Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kini memberikan jaminan kebebasan berpendapat bagi masyarakat di ruang digital.
Hal ini disampaikan oleh Teguh Afriyadi, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo, pada acara diskusi publik yang diadakan bersama Tempo di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Kamis, 11 Juli 2024.
Teguh menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan hasil kolaborasi antara publik, media, dan lembaga non-pemerintah untuk menciptakan keseimbangan dalam penerapan undang-undang.
“Keluhan masyarakat terkait penerapan UU ITE, terutama dari aspek pidana, telah disuarakan oleh media dan lembaga non-pemerintah hingga sampai kepada Presiden,” kata Teguh.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi UU ITE, yang merupakan perubahan kedua, pada 5 Desember 2023. Presiden Joko Widodo sebelumnya menyampaikan rencana perubahan UU ITE pada Februari 2021.
Presiden menegaskan bahwa UU ITE harus memberikan keadilan bagi masyarakat. Jika tidak, pemerintah akan meminta DPR untuk merevisinya.
Perubahan kedua UU ITE bertujuan menciptakan ruang digital yang bersih, sehat, etis, produktif, dan adil. Pembahasan revisi mencakup 14 pasal yang diubah dan 5 pasal baru.
Norma pasal yang disempurnakan termasuk alat bukti elektronik (Pasal 5), sertifikasi elektronik (Pasal 13), transaksi elektronik (Pasal 17), perbuatan yang dilarang (Pasal 27, 27(a), 27(b), 28, 29, 36), ketentuan pidana (Pasal 45, 45(a), 45(b)), peran pemerintah (Pasal 40), dan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (Pasal 43).
Komentar