JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali informasi soal dugaan pemerasan dalam proses perizinan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Fokus utama penyelidikan adalah nominal uang yang diminta oleh pejabat Kemnaker dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Kasus ini mencuat sebagai bagian dari dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan oleh pejabat Kemnaker terhadap perusahaan-perusahaan yang mengurus izin TKA. Penyidik KPK baru-baru ini telah memeriksa tiga orang saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 23 Juni 2025.
Ketiga saksi tersebut ialah Peter Surya Wijaya alias Peter Chang (pemilik PT Samyang Indonesia), Sucipto (Direktur PT Gerbang Sarana Indonesia), serta Yuli Pramujiyanti (Direktur PT Gria Visa Solusi).
“Para saksi diklarifikasi terkait permintaan dan besaran dana yang diminta dalam proses pengajuan izin penggunaan TKA,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (24/6/2025).
Tak berhenti di situ, tim penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi tambahan pada hari yang sama. Mereka adalah Nadien Saena Annur (staf operasional PT Dimsat Anugerah), Rika Firmansyah (staf pengurus dokumen TKA PT Korindo), dan Sapto Nurhidayah (Direktur PT Dimsat Anugerah).
Sebelumnya, pada Kamis, 5 Juni 2025, KPK telah mengumumkan delapan tersangka dalam perkara ini. Di antara yang ditetapkan, terdapat sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Kemnaker, seperti:
- Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023)
- Haryanto, eks Direktur PPTKA (2019–2024), kini Staf Ahli Menaker; tercatat menerima paling banyak, yakni Rp18 miliar
- Wisnu Pramono, Direktur PPTKA (2017–2019)
- Devi Angraeni, Koordinator Uji Kelayakan sekaligus Direktur PPTKA (2024–2025)
- Gatot Widiartono, eks Kepala Subdit Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta, sekaligus PPK PPTKA
- Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad, yang merupakan staf Direktorat PPTKA tahun 2019–2024
KPK menemukan bahwa selama periode 2019–2024, jaringan pemerasan ini berhasil mengumpulkan dana hingga Rp53,7 miliar dari para agen yang mengurus izin kerja bagi tenaga asing di Indonesia.
Namun ternyata, dugaan korupsi ini tidak hanya terbatas pada periode lima tahun terakhir. Praktik lancung tersebut disebut telah berlangsung jauh lebih lama, sejak 2012, mencakup masa kepemimpinan Menteri Tenaga Kerja mulai dari Muhaimin Iskandar (Cak Imin) hingga Ida Fauziyah.
Dengan nilai kerugian yang besar dan dampaknya terhadap sistem rekrutmen tenaga asing di Indonesia, kasus ini menjadi perhatian publik dan mengungkap pentingnya reformasi menyeluruh dalam birokrasi perizinan di sektor ketenagakerjaan.
Komentar