LPEM UI Ungkap Peningkatan Drastis Emisi Karbon di Era Akhir Presiden Jokowi!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Lembaga Penyelidikan dan Ekonomi Masyarakat (LPEM) UI merilis temuan yang mengkhawatirkan terkait emisi karbon (CO2) di Indonesia. Berdasarkan penelitian mereka, terungkap bahwa emisi CO2 per kapita menunjukkan tren peningkatan yang signifikan menjelang akhir masa jabatan Presiden Jokowi.

Sejak tahun 2016, emisi CO2 per kapita menunjukkan tren peningkatan. Pada akhir masa jabatan pertamanya, emisi CO2 mencapai 2,25 metrik ton per kapita, tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir,” ungkap LPEM UI dalam risetnya, Selasa (6/2/24).

Example 300x600

Lebih lanjut, analisis LPEM menunjukkan bahwa tingkat penurunan emisi karbon selama pemerintahan Presiden Jokowi, baik pada periode pertama maupun kedua, relatif lebih tinggi daripada masa pemerintahan sebelumnya, termasuk era Presiden SBY dan Presiden Megawati.

Namun demikian, LPEM juga mencatat bahwa rata-rata penurunan luas hutan selama masa jabatan pertama Jokowi mencapai 0,72%, angka tertinggi dalam lima periode pemerintahan terakhir. Data LPEM menunjukkan penurunan signifikan dalam luas hutan dari tahun ketiga hingga tahun keempat pemerintahan Jokowi.

Perlu dicatat bahwa Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai emisi karbon nol pada tahun 2060, sebagaimana diumumkan oleh Jokowi dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP28) di Dubai pada akhir 2022.

Namun, untuk mencapai target ini, Indonesia memerlukan investasi besar-besaran dalam transisi dari energi konvensional ke energi bersih. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa diperlukan dana sekitar Rp 749 triliun per tahun untuk mencapai tujuan ini.

“Itu (Rp 794 triliun per tahun) adalah jumlah investasi yang dibutuhkan. Karena kita ingin mendorong pertumbuhan ekonomi sembari menekan emisi gas rumah kaca. Maka, diperlukan investasi yang cukup besar,” jelasnya beberapa waktu lalu (18/10/23).

Suharso juga menjelaskan bahwa dana sebesar Rp 794,6 triliun per tahun dibutuhkan untuk berbagai keperluan, termasuk biaya pengadopsian teknologi canggih yang diperlukan untuk menjalankan program transisi menuju energi hijau.

Komentar