JurnalPatroliNews – Buleleng, Bali – Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Buleleng, Bali. Kali ini, kisah memilukan dialami oleh Komang Arya Suardana, warga Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, yang kehilangan hak atas tanah warisan keluarganya seluas 16.750 meter persegi. Kasus ini pertama kali mencuat setelah ditindaklanjuti oleh DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Buleleng di bawah kepemimpinan Gede Budiasa alias Kerok.
Komang Arya mulai melaporkan permasalahan tersebut ke GTI sejak Agustus 2024. Ia mengungkap bahwa lahan milik almarhum ayahnya, Putu Semara, yang berada di Banjar Dinas Pamesan, Desa Lokapaksa, secara mengejutkan telah bersertifikat atas nama pihak lain, yakni Ketut Dangga. Lebih anehnya lagi, Ketut Dangga disebut tidak pernah mengajukan permohonan sertifikat tanah di atas lahan tersebut.
Saat hendak mengurus legalitas tanahnya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buleleng, Komang Arya terperanjat mendapati bahwa lahan tersebut sudah bersertifikat sejak 2017. Tak ada satu pun dokumen kepemilikan yang dimiliki keluarga Putu Semara — mulai dari SPPT, patok D, hingga akta jual beli atau bukti fisik penguasaan lainnya.
“Kami memang lemah secara hukum formal. Tapi secara fakta, itu tanah milik bapak saya,” ungkap Komang Arya kepada tim GTI.
Meski posisi hukum korban terbilang rapuh, GTI Buleleng memilih tidak mundur. Tim turun ke lokasi untuk mengumpulkan informasi dari warga sekitar, termasuk para penyanding lahan dan saksi riwayat jual beli. Terobosan signifikan datang dari pernyataan Made Puja, ahli waris pemilik awal lahan, yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah dijual kepada almarhum Putu Semara. Pernyataan ini dikuatkan oleh Kepala Dusun dan Perbekel setempat.
Penyelidikan kemudian mengungkap nama Kadek Sriniti sebagai sosok yang diduga kuat berada di balik penerbitan sertifikat palsu. Ia disebut memanfaatkan nama Ketut Dangga sebagai “tameng” untuk memuluskan proses penerbitan, sebelum akhirnya menjual lahan itu kepada seseorang bernama Pak Sia Yanto dengan nilai transaksi mencapai Rp1,4 miliar.
Kini, Pak Sia Yanto merasa menjadi korban penipuan dan berencana melaporkan Kadek Sriniti ke Polres Buleleng dengan dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Meski kisah ini bergulir panjang dan penuh drama, ujungnya berakhir secara damai. Sertifikat atas nama Ketut Dangga yang kemudian diwariskan kepada Putu Toya, akhirnya diserahkan secara sukarela kepada Komang Arya Suardana. Penyerahan itu berlangsung pada Kamis, 15 Mei 2025 di Kantor Notaris Agus Somadana Tanaya, Desa Kerobokan, disaksikan oleh dua orang saksi.
“Penyelesaian sengketa tidak harus selalu bermuara di meja hijau. Jika bisa diselesaikan secara kekeluargaan, itu jauh lebih bijak,” tutur perwakilan Paralegal dari UNIVAS STAH 23 yang turut terlibat dalam proses mediasi dan penyelesaian kasus. (Sarjana)
Komentar