Mantan Presiden Korsel Yoon Suk-yeol Dituduh Salahgunakan Kekuasaan, Tanpa Penahanan

JurnalPatroliNews – Seoul – Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, kembali terseret dalam persoalan hukum setelah kejaksaan resmi mengajukan dakwaan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Meski demikian, proses ini berjalan tanpa penahanan.

Berdasarkan laporan Yonhap, Kamis (1/5/2025), tuduhan terbaru ini menjadi babak lanjutan dalam rentetan kasus yang membelit Yoon, yang sebelumnya telah lebih dulu diadili atas dugaan tindakan pemberontakan menyusul pengaktifan status darurat militer pada Desember lalu.

“Kami terus memproses persidangan atas tuduhan pemberontakan sambil mengembangkan penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Hasilnya mengarah pada dakwaan tambahan ini,” jelas pihak kejaksaan dalam pernyataan tertulisnya.

Kontroversi bermula saat Yoon memerintahkan pengerahan pasukan bersenjata ke kompleks parlemen, dalam upaya mempertahankan dekrit darurat. Namun, langkah itu hanya berlangsung selama enam jam setelah sejumlah legislator oposisi memanjat pagar gedung parlemen dan membatalkan kebijakan tersebut.

Parlemen lalu mengambil tindakan tegas dengan memakzulkan Yoon, yang kemudian dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi pada April. Dengan keputusan tersebut, Yoon resmi kehilangan jabatan beserta seluruh hak istimewanya sebagai presiden.

Yoon kini tercatat sebagai presiden kedua dalam sejarah Korea Selatan yang diberhentikan secara konstitusional, dan yang ketiga yang mengalami pemakzulan oleh legislatif.

Tuduhan pemberontakan yang dihadapinya tergolong berat. Jika terbukti bersalah, Yoon dapat dijatuhi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati—meski eksekusi hukuman mati tidak lagi dijalankan di Korea Selatan sejak 1997.

Menambah kompleksitas perkara, sehari sebelum pengumuman dakwaan terbaru, tim penyidik menggeledah rumah pribadi Yoon. Penggeledahan dilakukan untuk menyelidiki dugaan gratifikasi yang menyeret istrinya, Kim Keon-hee, serta seorang peramal spiritual yang dituding menerima hadiah mewah atas nama mantan ibu negara.

Di tengah ketegangan politik ini, Korea Selatan bersiap menggelar pemilihan presiden darurat pada 3 Juni mendatang. Kandidat dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, unggul dalam jajak pendapat sejauh ini. Namun, peluang Lee ikut kontestasi kembali dipertanyakan setelah Mahkamah Agung membatalkan putusan yang sebelumnya membebaskannya dari pelanggaran hukum pemilu.

“Putusan ini sangat di luar dugaan saya. Tapi saya tetap akan bertindak sesuai kehendak rakyat, bukan tekanan lawan politik,” ujar Lee dalam pernyataan publiknya.

Di sisi lain, Perdana Menteri Han Duck-soo telah menyatakan pengunduran dirinya menjelang pemilihan. Sementara itu, posisi penjabat presiden diperkirakan akan diisi oleh Menteri Keuangan Choi Sang-mok sesuai regulasi yang berlaku.

Komentar