Ia juga menegaskan bahwa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP, setiap penyusunan pengurus harus melalui kongres. Dengan demikian, kepengurusan PDIP yang saat ini ada dianggap tidak sah dan harus dibatalkan.
Lebih lanjut, Anggiat menuduh bahwa pelantikan pengurus baru yang dilakukan Megawati tanpa mengikuti prosedur yang benar merupakan tindakan melawan hukum. Ia menyebutkan bahwa pendaftaran pengurus tersebut ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) juga tidak sah, dan SK yang diterbitkan oleh Kemenkumham terkait pengesahan struktur PDIP periode 2024-2025 harus dibatalkan.
Anggiat juga menyoroti dugaan adanya konflik kepentingan, mengingat Yasonna Laoly, yang menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM dalam kabinet Presiden Joko Widodo, juga merupakan anggota inti DPP PDIP. Yasonna diduga menerima perintah dari Megawati dalam penerbitan SK tersebut.
Tergugat kedua dalam perkara ini adalah Presiden Joko Widodo, dalam kapasitasnya melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penggugat menilai bahwa pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara merupakan kegagalan pemerintah dalam menjalankan kewajibannya.
Dalam petitum gugatannya, penggugat meminta agar majelis hakim menyatakan Tergugat I (Megawati) dan Tergugat II (Presiden RI) bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka juga memohon agar SK Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024 dibatalkan dan biaya perkara dibebankan kepada para tergugat.
Komentar