Memetakan Persoalan Intoleransi Dan Radikalisme Di Jawa Barat 

“Kepercayaan terhadap pemerintah yang harus lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif,” kata Epin. Di samping itu pula perlunya penguatan edukasi moderasi beragama dari keluarga,  internalisasi nilai-nilai keberagaman.

“Yang harus dimoderasi adalah cara pandang agamanya, dalam konteks beragama dan bermasyarakat,” tambahnya.

Perwakilan dari UPI, Ganjar M. Ganeswara menegaskan, Pancasila harus menjadi ukuran kebangsaan dalam kehidupan beragama dan berbangsa melalui pendidikan moral, pendidikan politik, hukum, dan ideologi (civic education).

Penghayat Budidaya, Engkus mengungkapkan, intoleransi bukan budaya masyarakat Sunda, tetapi karakternya berharmoni.

Engkus menceritakan, sejarahnya semua agama dari luar nusantara dirangkul dan diterima dengan baik oleh masyarakat nusantara. Namun, orang Sunda terlalu banyak mengalah oleh gerakan radikal yang lebih agresif.

“Sejak dulu masyarakat nusantara sudah beragama dengan bijak kemudian menjadi berubah secara radikal karena adanya kebijakan pemerintahan kolonial dan kemudian diadopsi oleh elit politik,” kata Engkus.

Budaya asli masyarakat adat juga dianggap rendah dan digantikan oleh budaya agama. Dalam pertanyaan sikap, forum ini mendukung kerja-kerja pemerintah dalam memajukan dan membangun jejaring  demi menguatkan moderasi beragama di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Barat pada khususnya.

Forum ini juga mendorong agar ruang publik Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat pada khususnya berorientasi pada keterbukaan bagi semua warga masyarakat yang beragama agama, suku, budaya dan sebagainya.

Forum ini juga berkomitmen terus mengisi ruang publik faktual dan virtual dengan narasi agama yang damai, saling menguatkan, dan menjaga harmoni antar agama di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Barat pada khususnya.

Komentar