JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah mulai mengubah pendekatan dalam menjaga ketahanan pasokan daging nasional dengan memprioritaskan impor sapi hidup (sapi bakalan) ketimbang daging sapi beku. Tujuannya, agar sektor penggemukan sapi di dalam negeri tetap hidup dan peternak lokal mendapat manfaat ekonomi nyata.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus urusan pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk menyeimbangkan kebutuhan konsumsi daging dengan keberlanjutan usaha peternakan domestik.
“Kalau kita putuskan mengimpor sapi hidup untuk digemukkan di sini, maka masuknya daging beku dari luar harus dikendalikan. Kalau tidak, peternak penggemukan akan kolaps,” ujar Zulhas dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Dalam skema baru ini, pemerintah menambah kuota impor sapi bakalan sebanyak 184 ribu ekor, di luar kuota sebelumnya yang sudah mencapai 350 ribu ekor. Total impor sapi hidup tahun ini pun melonjak menjadi 534 ribu ekor.
“Kalau kita memang mau fokus ke penggemukan, ya sapi hidup jangan dibatasi. Tapi kalau daging beku dibiarkan masuk tanpa aturan, usaha peternak bisa hancur. Mereka bisa rugi besar,” jelasnya.
Zulhas menjelaskan bahwa penggemukan sapi melibatkan banyak pelaku usaha di pedesaan. Dari peternak yang memelihara sapi muda, petani yang menyediakan rumput, hingga industri pakan ternak berbasis jagung.
“Sapi kecil dipelihara 6 bulan sampai setahun, digemukkan. Di situ ada peternak, petani rumput, pemasok jagung. Banyak yang terlibat dan diuntungkan,” kata Zulhas.
Ia menggambarkan skala dampak ekonomi yang bisa dirasakan langsung masyarakat jika program ini dijalankan secara masif. Menurutnya, jika satu rumah tangga memelihara tiga ekor sapi, maka dengan satu juta ekor bisa memberdayakan sekitar 300 ribu keluarga petani.
“Bayangkan, satu juta sapi bisa menopang 300 ribu keluarga. Itu angka yang besar, dan sangat berarti untuk ketahanan ekonomi pedesaan,” tambahnya.
Sebaliknya, Zulhas menilai impor daging beku cenderung tidak menguntungkan peternakan nasional karena tidak melalui proses produksi dalam negeri. Daging langsung dijual di pasar tanpa melibatkan rantai produksi lokal, yang pada akhirnya bisa mengancam kelangsungan usaha penggemukan di dalam negeri.
Komentar