JurnalPatroliNews – Jakarta,- Kesepakatan Perjanjian Keamanan Besar antara Papua Nugini dan Australia, dalam menempatkan Polisi Australia dalam menjaga ancaman keamananan diperbatasan dan stabilitas Kawasan di Papua Nugini (PNG), di tanda-tangani oleh Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape dan PM Australia Anthony Albanese, di Canberra pada Kamis (7/12/23).
Perjanjian keamanan besar yang akan menempatkan polisi Australia di negara Pasifik tersebut, langsung di respon oleh Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, S.T, M.H., Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI 2011-2013, bahwa keberadaan Polisi Australia di Papua Nugini, bukanlah ancaman keamanan di perbatasan Papua saat ini.
“Keberadaan Polisi Australia di perbatasan Papua Nugini dengan Papua, bukanlah ancaman bagi NKRI. Polisi Australia hanya memberikan pelatihan bagi calon polisi, mereka (PNG) merasa bahwa Polisi mereka memang harus ditingkatkan kemampuannya,” ujar Ponto melalui keterangan tertulis kepada redaksi JurnalPatroliNews, Sabtu (9/12/23).
Pontoh, membenarkan, bahwa pernyataan PM Australia Anthony Albanese, tentang kerjasama dengan Papua Nugini (PNG) adalah untuk menjaga ancaman keamananan dan layanan publik diperbatasan Papua Nugini, sekaligus saling mendukung keamanan dan stabilitas kawasan dalam mengatasi kebutuhan keamanan dalam negerinya.
“Sebenarnya sudah sejak dulu PNG selalu bekerja sama dengan Australia. Sekarang ini lebih ditingkatkan lagi untuk mengatasi para pelanggar hukum sepanjang perbatasan darat RI-Papua Nugini yang terletak di bagian timur Indonesia, panjang perbatasan + 780 Km membentang dari utara ke selatan,” ungkap Ponto, mantan Kabais 2011-2013.
Kesepakatan itu muncul berawal setelah perjanjian keamanan Amerika Serikat (AS) dengan Papua Nugini ditandatangani pada Mei lalu yang mencakup peningkatan pangkalan militer lokal.
Selanjutnya, menurut Ponto, melihat perkembangan situasi di Papua Nugini, dalam mengamankan stabilitas keamanan dan pertahanan negaranya dengan melakukan kerjasama di bidang pelatihan polisi maupun militer, dengan pihak Australia dan Amerika. Hal ini, pemerintah Indonesia dan TNI kita, harus cepat melakukan cipta kondisi terhadap ganguan keamanan dari kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sekarang eskalasinya meningkat dan menelan banyak korban pihak sipil maupun aparat anggota TNI-Polri.
“Kondisi Papua saat ini jangan dimanfaatkan oleh kepentingan luar, kita pahami kekuatan persenjataan kelompok separatis (OPM) yang dimiliki relative masih konvensional tapi, tidak menutup kemungkinan suplai senjata ilegal justru akan masuk dari perbatasan Papua Nugini. Ya hal ini sangat bisa terjadi,” tegas Ponto.
Sebelumnya, pada tahun 2022 lalu, China atau Tiongkok dan Kepulauan Solomon mengejutkan AS dan sekutunya dengan mengumumkan pakta keamanan bilateral, dari hal ini kesepakatan antara Honiara dan Beijing memicu kekhawatiran akan kemungkinan pendirian pangkalan militer Tiongkok di Pasifik barat.
Ponto meyakinkan, adanya kekuatan militer dan kepentingan negara-negara besar di kawasan Pasifik Barat, sebagai warning bagi Indonesia, agar jangan sampai lengah menghadapi pergeseran persaingan Geo Politik dikawasan tersebut dari keberadaan kekuatan Militer China dan Amerika juga sekutunya.
“Menjawab tantangan tugas ke depan yang semakin komplek, dihadapkan dengan persoalan yang setiap saat dapat muncul, eskalasi ancaman di wilayah perbatasan darat RI-Papua Nugini. diperlukan strategi penangkalan yang handal dan jangan sampai lengah, walaupun posisi kekuatan militer Indonesia menghadapi persoalan di Kawasan ini masih cukup,” pungkas Ponto.
Komentar