Yusril: Ahli Ganjar-Mahfud Tidak Menguatkan Argumen, Malah Jadi Bumerang…?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Yusril Ihza Mahendra, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, menilai ahli yang dihadirkan oleh Tim Hukum Ganjar-Mahfud dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 justru menjadi boomerang untuk pemohon (Ganjar-Mahfud). Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Yusril dalam sebuah konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada Selasa (2/4/24).

“Kami sudah menyimak keterangan para ahli yang dihadirkan dan sudah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang cukup tajam kepada para ahli, yang pada intinya tidak mendukung apa yang menjadi posita (argumentasi) atau argumentasi yang dikemukakan dalam permohonan ataupun petitum yang disampaikan,” katanya.



Yusril menyoroti dua ahli psikologi yang dihadirkan oleh Tim Hukum Ganjar-Mahfud, dan menilai bahwa kedua ahli tersebut justru merugikan pemohon. Ahli psikologi politik, Hamdi Muluk, menyatakan bahwa 29% dari pemilih memilih calon pemimpin berdasarkan bantuan sosial (bansos), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketokohan dan aspek sosial.

“Kalau memang cuma 29%, apakah dalih yang mengatakan bansos itu adalah satu pelanggaran TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) dan bisa dijadikan dalih untuk membatalkan hasil pilpres dengan pengaruh yang sebenarnya hanya 29%? Kami kira itu sebenarnya terlalu jauh,” ujar Yusril.


Sementara itu, ahli psikologi sosial, Risa Permana Dewi, mengemukakan bahwa banyak faktor yang memengaruhi pemilih untuk memilih Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden sebelumnya, dan bukan karena pengaruh dari Presiden Joko Widodo.

“Tapi sebenarnya faktor ketertarikan orang kepada paslon itu sendiri dan khususnya kepada Prabowo yang menurut beliau sudah berkali-kali sudah menjadi capres, cawapres pernah juga, akhirnya memenangkan,” tegas Yusril.



“Jadi itu menjadi satu ingatan publik ada orang namanya Pak Prabowo yang berkali-kali maju pencalonan presiden sehingga itu sudah familiar. Apalagi kali ini mendapatkan dukungan Pak Jokowi tingkat keterpilihannya menjadi lebih tinggi,” tambahnya.



Kendati demikian, Yusril menegaskan bahwa tidak ada kesalahan hukum dalam hal ini. Oleh karena itu hasil pemilihan presiden tidak dapat dibatalkan atau diadakan pemilihan ulang.

Komentar