Dua Bos PT Mitra Cipta Agro Dijatuhi Hukuman 5,5 Tahun Penjara atas Kasus Penggelapan dan TPPU

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah resmi menjatuhkan vonis terhadap Direktur Utama PT Mitra Cipta Agro, Wijanto Tirtasana, dan Komisaris perusahaan, Lily Tjakra, atas perkara penggelapan dana perusahaan yang disertai tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam sidang yang digelar baru-baru ini, Ketua Majelis Hakim Mohammad Solihin memutuskan bahwa keduanya bersalah dan harus menjalani hukuman penjara selama lima tahun enam bulan, serta membayar denda sebesar Rp1 miliar.

“Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama lima tahun enam bulan dan denda satu miliar rupiah,” ucap Hakim Solihin saat membacakan amar putusan.

Putusan ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang sebelumnya menuntut hukuman enam tahun penjara untuk kedua terdakwa. Dalam dakwaannya, JPU menyatakan bahwa keduanya telah melanggar Pasal 374 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakbar per 17 April 2025, perkara bernomor 990/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt itu kini tengah diajukan ke tingkat banding.

Kasus bermula dari laporan Komisaris Utama PT Mitra Cipta Agro, Margareth Christina Yudhi Handayani Rampalodji, yang mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan dana perusahaan oleh dua terdakwa tanpa izin dari dewan komisaris atau keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam proses persidangan, terungkap bahwa antara tahun 2018 hingga 2023, Wijanto dan Lily memindahkan dana perusahaan ke rekening pribadi mereka dengan nilai total lebih dari Rp76 miliar. Dana tersebut digunakan untuk membeli sejumlah properti mewah di berbagai lokasi, seperti:

  • Sebidang tanah seluas 1.315 m² di kawasan Benoa, Bali
  • Sebuah rumah tinggal di Kembangan, Jakarta Barat
  • Unit ruko tiga lantai di Gading Serpong

Majelis hakim juga memerintahkan penyitaan terhadap aset-aset tersebut dan menyatakan bahwa harta hasil tindak pidana tersebut harus dikembalikan kepada perusahaan dan para pemegang saham sebagai bentuk pemulihan kerugian.

“Penyitaan aset dilakukan demi menjamin keadilan dan memulihkan hak pihak yang terdampak akibat kejahatan keuangan ini,” pungkas Hakim Solihin.

Komentar