JAM-Pidum Terapkan Restorative Justice: Kasus Pencurian di Minahasa Selesai Tanpa Sidang!

Selain perkara Winda Wakulu, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian dua perkara lainnya melalui mekanisme yang sama, yakni perkara Bento Musa Kamengon dari Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dan Federikus Gula Krowin alias Fredi alias Keku dari Kejaksaan Negeri Sikka, yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang pencurian.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini dipertimbangkan karena beberapa alasan, di antaranya:

Proses perdamaian telah dilaksanakan, di mana tersangka telah meminta maaf dan korban memberikan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana;

  • Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara atau denda;
  • Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau intimidasi;
  • Kedua pihak sepakat untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan demi kepentingan bersama;
  • Pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

JAM-Pidum menegaskan pentingnya penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 sebagai bagian dari penerapan prinsip kepastian hukum.

Komentar