Pemerintah Bertanggung Jawab Penuh Atas Maraknya Kasus Mafia Tanah Di NKRI, Dilakukan Sistemik,Struktual & Massif

Oleh : SK Budiardjo
Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia

JurnalPatroliNews – Salemba – Tulisan ini saya buat di Rutan Salemba, tempat dimana saya harus menjalani putusan atas suatu kejahatan yang tidak pernah saya lakukan. Bahkan, bukan hanya saya, istri saya tercinta Nurlela juga harus mendalami hal serupa. Menjadi korban kezaliman Mafia Tanah yang didukung penuh oleh penguasa. Istri saya, saat ini menjalani tahanan di Rutan Pondok Bambu.

Sudah lama, saya ingin mengabarkan kepada segenap rakyat tentang bagaimana Mafia Tanah bekerja merampas tanah rakyat. Kasus yang saya alami hanyalah prototipe, ada ribuan bahkan ratusan ribu korban mafia tanah yang mengalami nasib serupa seperti yang saya alami.

Pertama-tama, saya menitip pesan kepada teman-teman di FKMTI, agar melanjutkan perjuangan dan tetap semangat. Memang benar, selama saya di penjara ada sejumlah kegiatan yang berkurang. Namun, secara umum aksi-aksi dan renstra advokasi pada korban mafia tanah harus terus digalakkan.

Saya juga meminta doa dan dukungan kepada seluruh elemen anak bangsa, segenap rakyat yang mencintai negeri ini. Kasus ini bukan hanya kasus seorang SK Budiardjo. Melainkan, kasus yang merepresentasikan betapa zalimnya mafia tanah dan oknum penguasa yang menjadi bekingnya.

Saya telah membuat pesan secara khusus kepada Aguan, bahwa saya dan seluruh anak cucu saya tidak akan melupakan peristiwa yang saya dan istri saya alami hari ini. Setiap karma, harus dibalaskan di dunia. Dan saya, telah berjanji tidak akan diam atas semua kezaliman yang saya alami ini.

Sebelum masuk kepada peran penguasa, aparat penegak hukum, para pejabat BPN yang punya andil dalam rantai mafia tanah di Indonesia, perlu saya ingatkan ulang bagaimana modus operandi mafia tanah bekerja dalam kasus yang saya alami.

Melalui persidangan yang lalu, saya telah ungkap bagaimana modus operandi kerja-kerja mafia tanah, khususnya yang terkait dengan kasus yang saya alami. Modus operandi mafia tanah merampas tanah adalah sebagai berikut:

Pertama, mafia tanah utama membentuk sebuah perusahaan yang sebenarnya terafiliasi, hanya untuk dijadikan sarana alas kepemilikan hak, agar seolah-olah kepemilikan atas tanah tersebut sah, legal dan konstitusional.

Mafia tanah utama dalam kasus ini adalah PT SSA yang merupakan bagian dari Agung Sedayu Group. Perusahaan terafiliasi itu adalah PT Bangun Marga Jaya (PT BMJ).

Kedua, selanjutnya, perusahaan terafiliasi berkomplot dengan oknum BPN untuk mendapatkan SHGB. Dalam kasus ini SHGB 1634 yang terbukti tidak jelas alas hak kepemilikan awalnya, dengan data dan luas tanah yang berubah ubah.

Ketiga, melakukan peralihan hak dari perusahaan terafiliasi kepada mafia tanah. Yakni dalam kasus ini PT BMJ mengalihkan SHGB 1634 Kepada PT SSA dengan dalih jual beli.

Setelah itu, peran PT BMJ hilang. Dan sejak awal PT BMJ memang didesain hanya untuk melegitimasi asal usul tanah yang bermasalah.

Keempat, mafia mengklaim sebagai pembeli yang sah dengan modal akta peralihan hak dari perusahaan terafiliasi yang sudah bubar. Dalam hal ini, PT SSA berdalih telah membeli tanah dari PT BMJ.

Kelima, penguasaan fisik tanah dengan memanfaatkan oknum aparat penegak hukum. Dalam kasus ini , seperti yang dilakukan PT SSA terhadap tanah saya.

Keenam, membangun perumahan dan menjualnya kepada masyarakat dengan keuntungan berkali lipat. Inilah yang terjadi pada tanah saya, yang diatasnya dibangun perumahan GOLF LAKE RESIDENCE.

Ketujuh, MENGKRIMINALISASI pemilik tanah yang benar, jika tidak mau diajak negosiasi. Dalam kasus ini, saya pernah ditawari negosiasi oleh ASG melalui orang tertentu dengan sejumlah kompensasi, namun saya hanya ingin tanah saya kembali. Karena saya menolak nego, maka kasus saya diproses.

Dalam kasus lain, pemilik tanah yang benar biasanya didatangi untuk dibeli tanahnya dengan harga yang murah. Setelah gagal nego, barulah ujungnya juga dikriminalisasi.

Komentar