JAM-Pidum Terapkan Keadilan Restoratif, Perkara Pencurian Motor di Yogyakarta

Usai mempelajari berkas perkara, Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Ahelya Abustam, S.H., M.H., sependapat untuk melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum.

“Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 10 Juli 2024,” paparnya.

Selain kasus Arif Rahman, JAM-Pidum juga menyetujui tiga perkara lainnya untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu: terhadap, Ilham Dwi Sahputra bin Agus Nugroho (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, lanjutnya, Hotmauli Rajagukguk dari Cabang Kejaksaan Negeri Toba Samosir di Porsea, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dan Mahatir Alvin dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

    “Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan dengan pertimbangan bahwa tersangka telah meminta maaf dan korban telah memberikan maaf; tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana; ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun; proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan; dan masyarakat merespon positif.,” tegas Asep.

    Terakhir, Asep memerintahkan, para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

    Komentar