Pusaran Uang, Media, dan Mafia Timah: Kejagung Bongkar Peran NA dan AM

JurnalPatroliNews – Jakarta – Penyidikan perkara perintangan terhadap proses hukum dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 terus berkembang dan mengungkap peran-peran baru. Dua nama lokal dari Bangka Belitung kini menjadi sorotan utama: NA, seorang wartawan media online, dan AM, General Affair PT RBT. Sabtu (10/5/2025).

Informasi yang dihimpun dari sumber internal penegak hukum menyebutkan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI telah memeriksa keduanya secara intensif pada Kamis, 8 Mei 2025, di Gedung Bundar.

Pemeriksaan berlangsung sejak pagi hingga malam. Hasilnya mengejutkan: baik NA maupun AM disebut telah mengakui keterlibatan mereka dalam aliran dana ratusan juta rupiah.

Dana tersebut, sebagaimana diungkapkan dalam pemeriksaan, diberikan AM kepada NA dengan tujuan untuk membangun narasi negatif di media terhadap institusi Kejaksaan.

“Mereka mengakui semua soal duit itu,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

Uang itu, disebut, digunakan untuk penggalangan media dan pembuatan konten-konten yang menyudutkan aparat penegak hukum.

Tak hanya itu, keterlibatan NA juga diperluas dengan pertemuan langsungnya bersama Marcella Santoso di kantor pengacara tersangka Ari Bakri dan Marcella sendiri di Jakarta. Pertemuan itu terjadi menjelang sidang tuntutan perkara korupsi tata niaga timah.

Penyidik juga mempertanyakan kehadiran NA di hampir setiap sidang Tipikor yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Pertanyaan kuncinya: apakah NA hadir sebagai jurnalis atau sebagai utusan dari pihak terdakwa?

Di sisi lain, AM bukanlah nama asing dalam perkara mega korupsi timah ini. Ia telah disebut berkali-kali dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dalam fakta persidangan bersama nama Peter Cianata.

Keduanya diketahui sebagai tangan kanan dari Suparta, Direktur Utama PT RBT yang kini telah meninggal dunia di dalam tahanan.

Salah satu peran AM yang cukup krusial adalah menandatangani cek kosong tanpa nominal. Cek ini digunakan untuk mencairkan dana hasil pengiriman bijih timah ilegal yang dikemas seolah-olah berasal dari tambang resmi wilayah IUP PT Timah.

Lewat skema ini, PT RBT dan 15 perusahaan bonekanya menerima pembayaran dari PT Timah Tbk, meski pasokan bijih tersebut berasal dari tambang ilegal. Harga yang dibayarkan pun disebut sangat tinggi, menimbulkan kerugian negara hingga Rp5,13 triliun.

Penyidik juga telah menetapkan Marcella Santoso sebagai tersangka dalam dua perkara sekaligus: perintangan penyidikan dan tindak pidana pencucian uang.

“Semua pihak yang terhubung dengan MS (Marcella Santoso), termasuk komunikasi melalui WhatsApp, akan kami panggil untuk dimintai keterangan,” ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar.
Tak hanya itu, Harli juga menyatakan pihaknya akan menyisir acara-acara yang diduga sebagai bagian dari kampanye opini untuk menggiring persepsi publik, termasuk seminar yang digelar di Pertiba Bangka.

“Pembicara yang terlibat dalam seminar tersebut, terutama yang berprofesi sebagai dosen, akan dipanggil dan diperiksa. Kami sudah kantongi semua videonya,” ungkap Harli.

Dalam kasus ini, penyidik menggunakan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun, serta denda paling sedikit Rp150 juta hingga Rp600 juta.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa praktik perintangan hukum dalam perkara korupsi tidak hanya melibatkan aktor di balik layar, tetapi juga mereka yang selama ini berlindung di balik profesi seperti jurnalis dan staf perusahaan.

Penyidikan terus berkembang, dan publik kini menanti siapa lagi yang akan terseret dalam pusaran besar korupsi komoditas tambang yang telah merugikan negara triliunan rupiah ini. (Sunarto/**)

Komentar