JurnalPatroliNews – Jakarta –Â Gejolak ekonomi kini melanda wilayah Eropa dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Ada bahaya nyata bahwa Benua Biru mungkin tenggelam dalam gelombang ‘kiamat’ ekonomi.
Analisis mendalam dari penulis dan ahli politik Ralph Schoellhammer mengungkapkan bahwa situasi ini terjadi karena performa ekonomi beberapa negara pemimpin di Eropa, seperti Jerman dan Prancis, yang tidak stabil. Utang yang terus membengkak dan pendapatan yang stagnan telah menciptakan ketidakseimbangan yang mengkhawatirkan.
“Sederhananya, beberapa negara besar di Eropa berada dalam kondisi perekonomian yang tidak berkelanjutan, dengan kesenjangan yang semakin besar antara pengeluaran dan pendapatan pemerintah,” tulisnya dalam sebuah kolom di laman UnHerd, Selasa (2/4/24).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman kembali mengalami penurunan minggu ini. Banyak pihak bahkan memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB negara terbesar di Eropa itu akan stagnan di angka 0,1%.
“Prancis, negara dengan perekonomian terbesar kedua di Uni Eropa, tampaknya telah kehilangan kendali atas keuangan publiknya dan memiliki tingkat utang yang melebihi 100% PDB, sebuah masalah yang juga dihadapi oleh Yunani, Italia, Portugal, Spanyol dan Belgia,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Schoellhammer tetap melihat beberapa alasan untuk tetap optimis. Sebagai contoh, Polandia telah mengalami lonjakan ekonomi yang luar biasa selama tiga dekade terakhir, dengan PDB yang tumbuh lebih dari tiga kali lipat.
Swedia telah berhasil mengaitkan dana pensiun negara dengan harapan hidup secara keseluruhan, sehingga memastikan bahwa asetnya akan selalu melebihi kewajiban dalam sistem pensiun nasional.
Sementara itu, Denmark telah melaksanakan reformasi pemerintahan pada tahun 2007 dengan mengurangi jumlah kotamadya dari 271 menjadi hanya 98, di mana tidak ada kotamadya yang memiliki populasi di bawah 20.000 jiwa. Hal ini memungkinkan pemerintah Kopenhagen untuk memberikan layanan publik yang lebih efisien dan berkelanjutan secara fiskal.
“Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih mungkin terjadi, bahkan di negara-negara Uni Eropa yang sering mengalami sklerotik,” sambungnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Schoellhammer menyarankan bahwa Eropa harus berkomitmen untuk memotong birokrasi dan regulasi yang membebani, sehingga menciptakan insentif bagi investasi modal dan inovasi. Dia juga mendorong peningkatan usia pensiun untuk menjaga keseimbangan pasar tenaga kerja.
“Yang terakhir, masyarakat perlu diberi insentif untuk bekerja dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah, sebuah masalah yang telah diperburuk oleh pemerintahan koalisi saat ini di Jerman,” pungkasnya.
Komentar