China Dapat Kritikan Tajam Setelah RUU Baru yang Persulit Perceraian

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah China saat ini tengah menyusun rancangan undang-undang (RUU) yang bertujuan untuk mempermudah proses pendaftaran pernikahan sekaligus memperketat syarat-syarat perceraian. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat nilai-nilai keluarga dan mengatasi penurunan populasi yang telah terjadi selama dua tahun berturut-turut.

Kementerian Urusan Sipil China mengusulkan RUU ini sebagai bagian dari strategi untuk membangun masyarakat yang lebih ramah keluarga. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pasangan muda untuk menikah dan memiliki anak, serta memperbaiki tren penurunan populasi yang mengkhawatirkan.

Salah satu perubahan utama dalam RUU ini adalah penghapusan pembatasan regional untuk pendaftaran pernikahan. Sebelumnya, pasangan harus mengurus pendaftaran pernikahan di lokasi tempat tinggal mereka.

RUU baru ini bertujuan untuk menyederhanakan proses tersebut, memungkinkan pasangan untuk mendaftarkan pernikahan di mana saja di negara itu.

Namun, RUU ini juga memperkenalkan aturan baru yang mempersulit proses perceraian. Di bawah RUU tersebut, akan ada masa tenggang selama 30 hari untuk perceraian. Selama periode ini, jika salah satu pihak tidak setuju dengan perceraian, mereka dapat menarik permohonan, yang akan menghentikan proses pendaftaran perceraian.

Aturan ini dirancang untuk mengurangi perceraian impulsif dan memberikan kesempatan bagi pasangan untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka.

Profesor Jiang Quanbao dari Institut Studi Kependudukan dan Pembangunan Universitas Xi’an Jiaotong berpendapat bahwa RUU ini dapat meningkatkan stabilitas sosial dan memperkuat institusi pernikahan.

“Peraturan ini bertujuan untuk menegakkan pentingnya pernikahan dan keluarga, mengurangi perceraian impulsif, dan lebih melindungi hak-hak sah para pihak yang terlibat,” ujarnya dalam sebuah wawancara yang lansir Reuters pada Kamis (15/8/2024).

Namun, kebijakan ini tidak luput dari kritik. Netizen China menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap RUU ini, dan topik tersebut menjadi perbincangan hangat di media sosial. “Menikah itu mudah, tetapi bercerai itu sulit. Sungguh aturan yang bodoh,” tulis seorang pengguna di platform media sosial China, Weibo, yang mendapatkan banyak dukungan dari netizen lainnya.

Data resmi menunjukkan bahwa jumlah pasangan yang menikah di China pada paruh pertama tahun ini turun sebanyak 498.000 dari tahun sebelumnya, menjadi 3,43 juta, yang merupakan angka terendah sejak 2013.

Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh banyaknya anak muda yang menunda pernikahan, sering kali karena kekhawatiran mengenai keamanan kerja dan prospek masa depan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Pernikahan di China sering dianggap sebagai prasyarat untuk memiliki anak, dengan berbagai kebijakan yang mengharuskan orang tua menunjukkan surat nikah untuk mendaftarkan bayi dan menerima tunjangan. Ini menambah kompleksitas keputusan pernikahan bagi banyak pasangan muda yang menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Komentar