Harga Sewa Melejit, Rakyat Spanyol Turun ke Jalan Tuntut Hak atas Tempat Tinggal

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pada Sabtu, 5 April 2025, jalan-jalan di puluhan kota Spanyol dipenuhi lautan manusia yang bersatu dalam satu suara: “Kami butuh tempat tinggal yang layak!” Dari Madrid hingga kota-kota pesisir, ratusan ribu warga bergerak serentak dalam unjuk rasa menentang lonjakan harga sewa yang dianggap sudah tak masuk akal.

Meskipun Spanyol saat ini memimpin Eropa dalam pertumbuhan ekonomi, krisis perumahan justru memburuk. Kesenjangan antara kenaikan harga properti dan pertumbuhan upah telah membuat banyak orang terpinggirkan secara ekonomi dari akses atas rumah tinggal.

Data dari platform properti Idealista mencatat bahwa harga sewa di Spanyol telah meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Harga jual rumah pun ikut melonjak hingga 44%, jauh meninggalkan laju kenaikan gaji. Warga kelas pekerja kini kesulitan untuk menyewa, apalagi memiliki rumah.

Kondisi ini makin parah dengan membanjirnya wisatawan dan arus migrasi tenaga kerja. Kebijakan pemerintah yang berusaha menyeimbangkan kebutuhan pariwisata dengan akses hunian rakyat tampaknya belum berhasil. Alih-alih menyuburkan hunian terjangkau, kota-kota besar malah dibanjiri apartemen sewaan jangka pendek untuk turis.

Di ibu kota Madrid, lebih dari 150.000 orang turun ke jalan, melambai-lambaikan gantungan kunci sebagai simbol perlawanan dan menuntut hak dasar atas perumahan. Slogan “Tak peduli siapa yang berkuasa, rumah adalah hak semua warga!” bergema di tengah lautan protes.

Salah satu warga, Margarita Aizpuru (65), menceritakan bahwa hampir seluruh penghuni di blok tempat tinggalnya, sekitar 100 keluarga, mendapatkan pemberitahuan pengusiran. Penyebabnya? Gedung mereka akan diubah menjadi penginapan turis. “Kami dipaksa angkat kaki demi keuntungan para pemilik properti,” keluhnya.

Asosiasi pemilik properti berdalih bahwa menyewakan properti jangka pendek lebih menguntungkan dan minim risiko. Banyak pemilik merasa enggan menyewakan dalam jangka panjang karena sistem regulasi yang dianggap memberatkan.

Fakta di lapangan menunjukkan krisis pasokan rumah terus memburuk. Spanyol hanya mampu membangun sekitar 120.000 unit rumah baru per tahun—angka yang sangat rendah dibandingkan dengan kebutuhan. Menurut Bank Sentral Spanyol, kekurangan rumah secara nasional telah mencapai angka 500.000 unit.

Tingginya angka kunjungan wisatawan turut memperparah masalah. Dengan catatan 94 juta turis pada 2024, Spanyol kini menempati posisi kedua dunia sebagai destinasi wisata. Namun, prestasi itu justru menjadi pisau bermata dua: mendongkrak devisa sekaligus menyedot stok rumah warga menjadi hunian komersial.

Wendy Davila, wanita muda berusia 26 tahun, menyampaikan betapa sulitnya menemukan tempat tinggal yang terjangkau, bahkan di pinggiran kota. “Harga sewa di seluruh negeri sudah di luar nalar. Di Madrid, saya harus berbagi apartemen kecil dengan empat orang lainnya hanya untuk bisa bertahan,” ujarnya.

Dengan situasi yang terus memburuk, suara rakyat kini makin nyaring: perumahan adalah hak dasar, bukan komoditas semata. Apakah pemerintah akan mendengar dan bertindak?

Komentar