JurnalPatroliNews – Jakarta –Washington Post melaporkan pada Rabu, 7 Agustus 2024, bahwa Israel telah memberi tahu pemerintah Amerika Serikat bahwa mereka bertanggung jawab atas pembunuhan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas, yang terjadi pada 31 Juli di Teheran, Iran. Informasi ini diperoleh dari tiga sumber yang akrab dengan situasi di Gedung Putih, meskipun nama mereka tidak disebutkan.
Menurut laporan tersebut, meskipun Israel secara resmi menolak berkomentar mengenai pembunuhan Haniyeh, mereka segera menginformasikan kepada pejabat AS tentang keterlibatan mereka dalam operasi tersebut. Respons dari Gedung Putih terhadap kabar ini adalah keterkejutan dan kemarahan, mengingat implikasi besar yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.
Pembunuhan ini dianggap oleh AS sebagai kemunduran serius bagi upaya diplomatik mereka selama berbulan-bulan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza. Selama ini, AS, bersama Qatar dan Mesir, telah berusaha merundingkan kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk pertukaran tahanan dan pelaksanaan gencatan senjata yang stabil. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil konkret.
Di balik layar, ketegangan antara pemerintah AS dan Israel meningkat karena tindakan sepihak Tel Aviv dalam konflik yang telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina sejak serangan Hamas pada 7 Oktober. Pejabat AS juga dilaporkan kecewa karena Israel tidak memberitahu mereka sebelum meluncurkan operasi lain yang menargetkan tokoh-tokoh penting, seperti komandan militer Hizbullah Fuad Shukr, yang tewas dalam serangan udara di Beirut beberapa jam sebelum pembunuhan Haniyeh.
Iran dan Hamas menuduh Israel bertanggung jawab atas kematian Haniyeh. Namun, Tel Aviv hingga kini belum secara resmi mengonfirmasi atau membantah tuduhan tersebut.
Sementara itu, gencatan senjata singkat yang terjadi pada November hanya menghasilkan pertukaran sejumlah tahanan dan sandera, tanpa menyentuh akar konflik yang lebih dalam. Pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting ini menambah ketidakpastian di kawasan dan menambah kompleksitas upaya perdamaian yang sudah rapuh.
Situasi ini semakin menyoroti tantangan besar dalam menavigasi hubungan internasional yang rumit di Timur Tengah, di mana tindakan sepihak dapat mengganggu proses diplomatik yang sudah berjalan dan memicu ketegangan baru yang sulit dikendalikan.
Komentar