JurnalPatroliNews – Jakarta – Ketegangan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China, kembali memanas dan kini dianggap berpotensi menimbulkan dampak destruktif secara global. Janet Yellen, mantan Menteri Keuangan AS, angkat suara mengenai ancaman besar dari konflik tarif yang kembali mencuat.
“Kita sekarang terlibat dalam perang (dagang) besar dengan China dan tarif yang telah dikenakan pada China adalah apa yang saya sebut sebagai halangan,” kata mantan Menteri Keuangan Janet Yellen dalam wawancara dengan CNN International pada Kamis, dikutip Jumat (11/4/2025).
“Perang dagang besar sedang berlangsung saat ini, dan tarif yang dikenakan terhadap China hanyalah penghalang besar yang membebani,” ujarnya tegas. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai ancaman serius yang dapat mengguncang perekonomian global. Menurutnya, arah kebijakan saat ini tak memiliki kepastian dan bisa mengakibatkan gejolak lebih dalam.
Pendekatan ini mengingatkan pada strategi Presiden Donald Trump saat menjabat antara 2017 hingga 2021, di mana tekanan besar lewat ancaman ekonomi digunakan untuk mendorong China ke meja perundingan. Meski kala itu sempat tercapai kesepakatan, implementasinya tidak pernah benar-benar maksimal, bahkan sebelum pandemi melanda.
Namun, taktik serupa di masa kini bisa menjadi pedang bermata dua. Dalam kondisi ekonomi yang jauh lebih saling bergantung dibanding sebelumnya, hubungan dagang AS-China sudah menjadi jalinan erat yang memengaruhi segala lini.
Selama puluhan tahun, hubungan ini menguntungkan kedua belah pihak: konsumen Amerika mendapatkan akses barang murah mulai dari gawai, pakaian, hingga sepatu, sementara China berhasil mendongkrak sektor manufakturnya dan mengentaskan jutaan warganya dari kemiskinan melalui perdagangan dengan AS.
Hasil dari kerja sama tersebut juga ikut mengakselerasi pertumbuhan industri teknologi tinggi dan militer di Tiongkok. Namun di sisi lain, derasnya impor dari China juga melemahkan industri dalam negeri AS, khususnya di sektor-sektor seperti baja di Rust Belt dan produksi furnitur di North Carolina.
Kini, sebagian pejabat di Washington menilai bahwa dengan terus bergantung pada produk murah dari China, AS secara tidak sadar justru tengah memperkuat rival geopolitiknya di abad ke-21. Perang dagang yang semula dianggap sebagai alat negosiasi, kini dikhawatirkan justru akan menciptakan ketidakseimbangan baru yang lebih berbahaya.
Komentar