JurnalPatroliNews – AS – Prediksi para pelaku pasar akhirnya terbukti. Sentimen yang dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump menjadi penggerak utama di pasar valuta asing global.
Tidak lama setelah pelantikannya, Trump menyampaikan pernyataan secara virtual di forum World Economic Forum (WEF) di Swiss yang memicu kejutan, meski bukan hal yang benar-benar baru.
Dalam pernyataannya, Trump menyatakan niatnya untuk mendorong penurunan suku bunga. Namun, tekad tersebut dinilai bertolak belakang dengan kebijakan lain, seperti peningkatan tarif impor dari sejumlah negara mitra dagang AS. Kebijakan tarif ini diperkirakan akan memicu inflasi, yang justru menyulitkan upaya penurunan suku bunga.
Kendati demikian, para pelaku pasar memanfaatkan sentimen ini untuk melakukan koreksi terhadap Indeks Dolar AS yang sebelumnya menunjukkan kenaikan signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Pelemahan indeks dolar tersebut secara otomatis mendorong penguatan mata uang utama dunia, termasuk mata uang Asia, meskipun penguatannya belum terlalu besar pada perdagangan Kamis malam waktu Indonesia.
Penguatan Mata Uang Asia, Rupiah Naik Signifikan
Pada sesi perdagangan pekan ini, mata uang Asia menunjukkan tren penguatan yang cukup konsisten. Ringgit Malaysia menjadi juara dengan kenaikan fantastis hingga 1,4 persen, diikuti oleh Baht Thailand yang menguat lebih dari 1,1 persen. Di sisi lain, Dolar Hong Kong hanya mencatat penguatan tipis sekitar 0,03 persen.
Rupiah juga menunjukkan performa positif. Hingga Jumat, 24 Januari 2025, Rupiah tercatat menguat ke level Rp16.170 per Dolar AS, naik sebesar 0,64 persen. Bahkan, Rupiah sempat menyentuh posisi terkuatnya di Rp16.139 per Dolar AS sebelum akhirnya memerlukan sentimen tambahan untuk melanjutkan penguatan lebih jauh.
Analisis menunjukkan bahwa kenaikan nilai tukar Rupiah kali ini sepenuhnya didorong oleh dampak pernyataan Trump terkait suku bunga, yang menjadi perhatian utama para pelaku pasar.
Komentar