JurnalPatroliNews – Jakarta – China kembali mengalami penurunan populasi yang signifikan. Berdasarkan laporan terbaru dari Biro Statistik Nasional Beijing, jumlah penduduk di negara itu berkurang hingga 2 juta jiwa akibat rendahnya angka kelahiran yang tidak mampu menyeimbangkan tingkat kematian.
Fenomena ini melanjutkan tren penyusutan populasi yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, populasi China menyusut sebesar 2,8 juta jiwa, sementara pada 2022 angka penurunannya mencapai sekitar 850 ribu jiwa.
“Pada akhir 2024, jumlah penduduk China tercatat 1,408 miliar, turun dari 1,410 miliar pada tahun sebelumnya,” demikian bunyi laporan resmi yang dikutip dari AFP.
Menurut Darren Tay, Kepala Risiko Negara Asia di BMI, penurunan populasi ini berpotensi mengancam stabilitas angkatan kerja China dan dapat berdampak pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dekade mendatang.
Laporan dari Economic Intelligence Unit (EIU) bahkan memprediksi bahwa populasi China akan terus menyusut hingga mencapai 1,317 miliar jiwa pada 2050, dan bisa berkurang drastis menjadi 732 juta jiwa pada 2100.
Biaya Hidup Tinggi, Warga China Enggan Punya Anak
Menurut Tianchen Xu, ekonom senior EIU, laju penurunan kesuburan di China terjadi lebih cepat dibandingkan negara lain di kawasan Asia seperti Jepang dan Korea Selatan.
Salah satu faktor utama penyebab rendahnya angka kelahiran adalah tingginya biaya hidup, terutama dalam membesarkan anak. Darren Tay menjelaskan bahwa semakin maju suatu negara, semakin tinggi pula biaya yang diperlukan untuk membesarkan anak, karena kebutuhan akan pendidikan dan keterampilan semakin kompleks.
“Di negara dengan ekonomi maju, membesarkan anak membutuhkan investasi besar karena tuntutan keterampilan dan pendidikan yang semakin tinggi,” ujarnya.
Selain menghadapi krisis kelahiran, China juga berpotensi mengalami lonjakan beban fiskal akibat meningkatnya jumlah warga lanjut usia yang membutuhkan dukungan pensiun.
Menurut laporan EIU, salah satu solusi yang dapat meringankan tekanan ekonomi akibat populasi menua adalah dengan menaikkan usia pensiun menjadi 65 tahun pada 2035. Langkah ini diperkirakan dapat mengurangi defisit anggaran pensiun hingga 20% serta meningkatkan manfaat pensiun bersih sebesar 30%, sehingga mengurangi beban bagi pemerintah dan masyarakat.
Komentar