JurnalPatroliNews – Jakarta – Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS diperkirakan akan memicu kebijakan tarif lebih tinggi, terutama terhadap negara-negara Asia, termasuk China.
Namun, bukan hanya China yang akan terkena dampak; negara-negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam, juga bisa berada di bawah radar kebijakan proteksionis AS.
Kepala Ekonom Asia-Pasifik Goldman Sachs, Andrew Tilton, menyebutkan dalam laporan terbaru bahwa meski defisit perdagangan AS dengan China sedikit menurun sejak era Trump, defisit dengan negara-negara Asia lainnya justru mengalami lonjakan.
Ini membuka kemungkinan bahwa negara-negara tersebut bisa menjadi sasaran tarif baru dari AS, dalam upaya untuk mengurangi defisit perdagangan bilateral.
Beberapa negara seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam mendapatkan manfaat perdagangan besar dari AS. Surplus perdagangan Korea Selatan pada 2023 tercatat mencapai US$44,4 miliar, dengan ekspor mobil menjadi andalan.
Taiwan juga mencatatkan ekspor ke AS yang sangat tinggi, mencapai US$24,6 miliar pada kuartal pertama 2024, terutama dari sektor teknologi dan elektronik. Vietnam, yang menjadi tujuan relokasi produksi dari China, tercatat memiliki surplus perdagangan dengan AS sebesar US$90 miliar pada 2023.
Namun, hal ini membawa risiko. Tilton memperkirakan, jika defisit perdagangan AS dengan negara-negara tersebut terus berkembang, Trump kemungkinan akan mengenakan tarif baru pada mereka.
Negara-negara seperti Taiwan dan Thailand diprediksi akan lebih terdampak dibandingkan negara lain, seperti Singapura atau Korea, karena ekonomi mereka lebih terbuka terhadap perdagangan internasional.
Tarif yang diusulkan Trump berkisar antara 10% hingga 20% untuk semua barang impor, dengan tambahan tarif hingga 100% pada produk asal China.
Kebijakan ini bisa menyebabkan lonjakan biaya impor dan mempengaruhi ekonomi negara-negara Asia, termasuk Indonesia, yang juga terlibat dalam rantai pasokan global.
Meskipun tarif bisa meningkatkan ketegangan perdagangan, Goldman Sachs memperkirakan bahwa negara-negara Asia Tenggara, India, dan Meksiko akan terus menjadi alternatif bagi perusahaan-perusahaan global yang ingin merelokasi rantai pasokan mereka dari China.
Komentar