Bob McNally, Presiden Rapidan Energy Group, menguatkan pandangan Kavonic dengan menyatakan bahwa peralihan fokus Israel dari Gaza ke Lebanon dan Iran menandai fase baru konflik yang lebih terkait dengan sektor energi. McNally memperkirakan respons Israel terhadap serangan rudal Iran akan berskala besar.
“Keadaan ini kemungkinan akan memburuk sebelum membaik,” tambahnya.
Josh Young, CIO dari Bison Interests, juga melihat kemungkinan besar Israel akan menyerang infrastruktur minyak Iran sebagai bentuk balasan, yang dapat mengganggu pasokan minyak global. Dia menilai langkah Iran ini sebagai eskalasi signifikan dalam konflik.
Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, menambahkan bahwa dampak langsung dari konflik bersenjata Israel-Hamas yang dimulai pada Oktober tahun lalu terhadap pasar minyak masih terbatas. Namun, produksi minyak AS yang meningkat dan perlambatan permintaan dari China turut mempengaruhi harga minyak.
Sementara itu, serangan rudal Iran terjadi setelah Israel mengerahkan pasukan darat ke Lebanon selatan, meningkatkan serangan terhadap kelompok Hizbullah yang didukung Iran. Sebagian besar dari 200 rudal yang diluncurkan berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel dan AS.
Iran, sebagai produsen minyak terbesar ketiga di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi hampir empat juta barel minyak per hari. Dengan eskalasi konflik ini, ancaman terhadap pasokan minyak global semakin membayangi.
Komentar