Capai Ribuan Triliun! Apindo DKI Akui: Underground Economy Memang Ada! Simak Catatan PPATK

JurnalPatroliNews – Kalangan dunia usaha tidak menutup mata dengan adanya underground economy atau kegiatan ekonomi yang ditopang oleh kegiatan ilegal seperti judi, narkotika, prostitusi, korupsi, hingga pencucian uang.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman mengakui bahwa underground economy memang ada, namun berbeda dengan pelaku usaha kebanyakan yang menjalankan bisnis dengan model yang jelas. “Itu nggak bener, dunia usaha nggak ada di situ. Itu kan bukan dunia usaha, cari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada proses (legal), kalau kita kan bisnis proses, nggak mungkin lakukan itu. Kita libatkan orang banyak, dan kita terbuka,” katanya kepada rekan media Kamis (29/12/22).

Berbeda dengan underground economy yang sebagian besar tertutup, model bisnis pelaku usaha yang benar bakal melibatkan banyak orang, sehingga ada perputaran uang antara pihak atau vendor yang terlibat.

Apalagi, ada kontribusi kepada negara melalui pajak. “Bisa aja bisnis nggak legal, bisa aja kan dia nggak alami kerugian, nggak libatkan orang lain. Kita kan harus libatkan orang lain pihak 1, pihak 2, kan ada substitusi, karena kita berkesinambungan harus ada ini itu baru jadi barang, vendor ada, jelas ada perputaran uang. Kita juga bayar pajak, bantu negara dan sebagainya,” kata Nurjaman.

Lebih lanjut, untuk menghentikan aktivitas itu maka di luar kuasa pelaku usaha, perlu ada aparat penegak hukum yang benar dalam menegakkan aturan yang berlaku.

Semua unsur pun harus terlibat dalam menyelesaikan masalah tersebut. “Mestinya bisa harus ada negara hadir dalam situ, harus pentahelix dan sebagainya, kalau dikerjakan satu orang nggak bisa. Kita harus kesinambungan, untuk selesaikan ekonomi kita jangan sendiri tapi harus terlibat semua dan harus pikirkan bangsa kemajuan nggak bisa pikirkan sendiri-sendiri,” kata Nurjaman.

Instansi pelat merah yang merilis aktivitas tersebut adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dari transaksi keuangan mencurigakan selama 2022, PPATK mencatat jumlahnya mencapai 1.215 laporan dengan nilai Rp 183,8 triliun. “Sepanjang 2022 saja 11 bulan ini PPATK mencatat 1215 laporan hasil analisis yang terkait dengan 1.544 LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan),” ungkap Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, dikutip Kamis (29/12/2022).

Ivan menambahkan sumber dana pencucian uang berasal dari tindak pidana korupsi dan narkotika. PPATK telah menghasilkan 225 hasil analisis dan 7 hasil pemeriksaan dengan 275 LKTM sejumlah Rp 81,3 triliun. “Risiko terbesar sumber dana pencucian uang masih diduduki oleh tindak pidana korupsi dan narkotika,” pungkasnya.

Komentar