JAM-Pidum Setujui 6 Pengajuan Keadilan Restoratif, Termasuk Perkara Penadahan di Konawe

Selain perkara di Konawe, lima perkara lainnya juga disetujui untuk penyelesaian melalui keadilan restoratif, yaitu:

  1. Tersangka Nursidin alias La Sidi bin La Hodo dari Kejaksaan Negeri Muna, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
  2. Tersangka Muflihun alias La Mopu bin Balidin dari Kejaksaan Negeri Muna, juga terkait penganiayaan.
  3. Tersangka Rifan alias La Rifan bin La Halia dari Kejaksaan Negeri Muna, dengan kasus serupa.
  4. Tersangka Fried Paulus Pesingkai, S.Kep dari Kejaksaan Negeri Alor, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
  5. Tersangka M. Daffa Al Aziz Hutagalung bin Okto A. Hutagalung dari Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, juga terkait penganiayaan.

JAM-Pidum memberikan alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, di antaranya: proses perdamaian telah dilakukan dengan baik, tersangka belum pernah dihukum, dan ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun. Selain itu, proses perdamaian berlangsung secara sukarela, tanpa tekanan, dan disepakati oleh kedua belah pihak untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022,” pungkas JAM-Pidum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Dengan langkah ini, Kejaksaan Agung berharap dapat menegakkan keadilan dengan lebih humanis, sambil tetap menjaga kepastian hukum dan menyelesaikan perkara secara adil bagi semua pihak yang terlibat.

Komentar