Kontroversi Impor Gula: Apakah Kebijakan Era Tom Lembong Layak Diperkarakan Secara Pidana?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Penetapan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat perhatian dari Direktur Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia, Andi Yusran.

Kejagung menyampaikan tiga alasan utama dalam menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka. Pertama, impor gula dilakukan di saat stok gula dalam negeri sedang surplus, tanpa adanya rapat koordinasi dengan kementerian lain yang terkait.

Kedua, alih-alih dipegang oleh BUMN, impor ini justru diberikan kepada pihak swasta. Ketiga, keputusan tersebut dianggap merugikan negara, karena BUMN kehilangan potensi keuntungan yang seharusnya bisa diperoleh dari impor tersebut.

Andi mempertanyakan pendekatan pidana yang digunakan terhadap kebijakan impor gula ini. Menurutnya, kebijakan pada dasarnya adalah ranah hukum administrasi negara, bukan ranah pidana, kecuali terdapat unsur memperkaya diri dan merugikan negara secara nyata.

“Kebijakan itu ranahnya hukum administrasi negara, bukan pidana,” ujar Andi Yusran, Jumat 1 November 2024.

Andi juga mengaitkan pendekatan ini dengan kebijakan besar lainnya, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang tidak masuk dalam dokumen perencanaan nasional sebelumnya.

“Kalau kebijakan bisa dipidana, maka Presiden Jokowi seharusnya juga bisa dipidana karena membangun IKN,” ungkap analis politik dari Universitas Nasional tersebut.

Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa fokus mereka adalah pada dugaan tindak pidana dalam pelaksanaan impor gula tahun 2015-2016.

“Kami menangani dugaan pidana terkait importasi gula periode 2015-2016, dan sesuai hukum acara, itu yang menjadi fokus kami,” kata Harli kepada media pada Kamis, 31 Oktober 2024.

Komentar