Skandal Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Skema Ponzi dan Spekulasi Saham yang Gagal

Saat itu kabarnya Jiwasraya ikut-ikutan dalam permainan bandar besar macam Benny Tjokro (Bentjok). Singkat cerita imperium bisnis goreng menggoreng saham oleh Bentjok dan konco-konconya akhirnya ambrol dan dia masuk penjara. Waktu itu terkait pula dengan kasus Asabri. Ya Bentjok akhirnya masuk penjara, penjara seumur hidup.

Goreng-menggorang saham atau istilahnya “cornering” dalam perdagangan saham bukan hal baru. Para pemain atau ‘investor’ di bursa saham sudah paham akan hal itu. Pergerakan harga saham akan menjadi tidak ‘natural’, akibat dari ada rekayasa. Ada unsur manipulatif memang.

Cornering adalah tindakan transaksi yang dilakukan satu pihak atau lebih untuk menurunkan harga atau menaikkan harga sampai harga yang diinginkan. Ada upaya rekayasa disitu.

Di bursa yang besar seperti New York Stock Exchange (NYSE) akan sangat sulit (hampir tidak mungkin) melakukan cornering pasar. Lantaran size atau ukuran pasar (kapitalisasi) yang terlalu besar dan diversifikasi sahamnya yang tersebar.

Namun di bursa yang relatif kecil seperti IDX (Indonesia Stock Exchange) bukanlah hal yang mustahil untuk praktek menggoreng saham demi menggarong duit dengan cara yang seolah prosedural. Atau paling tidak tampilannya halal, walau esensinya haram.

Tinggal tanya saja pada para pemain saham di IDX. Sepertinya semua sudah tahu sama tahu, siapa-siapa saja pemain yang suka goreng-menggoreng ini. Sudah rahasia umum.

Secara prosedural cornering ini memang nampak sah, sesuai aturan. Namun, jika kita mengacu UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 92 disebutkan: “Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.”

Komentar