Selain aspek hukum positif, kita bisa menyoroti dari sisi etika bisnis dan praktek manajemen yang baik. GCG istilahnya, atau Good Corporate Governance. Menteri BUMN Erick Thohir menggarisbawahi soal akhlak para pemimpin bisnisnya.
Kerugian Negara dari hasil dalam skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak tanggung-tanggung mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah ini terdiri dari kerugian investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian dari investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.
Praktek kejahatan kerah putih model begini memang bukan sekali jadi. Tapi ini proses panjang. Ini tipe kejahatan non-konvensional. Kemungkinan besar juga ada penggelapan dalam laporan keuangannya. Dan ini melibatkan banyak pihak, oknum-oknum di jajaran manajemen dan pihak eksternal lainnya atau perusahaan mitra yang jadi pengelola aset, sekuritas, auditor, dan lain-lain. Suatu konspirasi berjangka panjang.
Dan konspirasi selama bertahun-tahun itu berlangsung tanpa ada koreksi atau pengawasan yang ketat. Bagaimana itu bisa terjadi? Tanyakan saja pada dinding ruang rapat direksi, komisaris dan instansi pengawas keuangan semacam OJK, Bapepam, auditor, dan instansi terkait lainnya.
Pada intinya adalah rekayasa investasi saham. Pada awalnya Jiwasraya berinvestasi dengan membeli saham atau reksa dana. Ternyata yang dibeli tidak liquid. Kenapa tidak liquid, karena memang saham yang sudah digoreng-goreng, kebanyakan digoreng sehingga kadar kolesterolnya sudah tinggi. Bisa bikin stroke. Dan itu yang terjadi.
Kasus Jiwasraya ini termasuk skandal besar. Akhirnya Isa Rachmatarwata salah satu aktor dalam konspirasi besar ini ditersangkakan oleh Kejagung. Kita lihat bagaimana kelanjutannya.
Banyak nasabah Jiwasraya yang jadi korban sudah pasrah dengan nasibnya. Mungkin banyak pula yang sudah almarhum, suara mereka hanya bisa didengar bukan oleh telinga tapi oleh hati nurani.
Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Komentar