Hal yang kedua, adalah melakukan pencegahan, dengan cara perbaikan sistem.
“Jadi kalau pendidikan itu menyentuh perilaku orang-orang, sistem itu melakukan perubahan terhadap sistemnya, pencegahannya, sehingga tidak ada celah dan peluang orang untuk melakukan korupsi,” lanjutnya.
Sementara hal ketiga yang dilakukan KPK dalam upaya memberantas korupsi adalah penindakan. Namun, Firli menilai hal ini masih belum cukup.
“Kita perlu dukungan partisipasi dan peran masyarakat, baik di bidang pendidikan, pencegahan, maupun penindakan,” pungkasnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai bahwa sulit untuk menjadikan korupsi di Indonesia benar-benar habis. Namun, dengan beberapa cara seperti digitalisasi maka potensinya bisa ditekan.
“Pemberantasan pengurangan korupsi, bilang habis korupsi itu bohong, nanti kau di surga aja,” kata Luhut di acara yang sama.
Ia pun mengungkapkan penyebabnya, yakni sifat dasar manusia yang memiliki sifat jelek.
“Pada dasarnya manusia punya sifat jelek, kalau ada peluang dia curi ya dia curi juga,” kata Luhut.
Namun potensi korupsi itu diminimalisir dengan digitalisasi, misalnya dalam pengadaan barang dan jasa melalui e-catalog. Cara ini bisa mengurangi korupsi, namun dirasa sulit menghilangkan sepenuhnya.
“Jadi persepsi kita jangan paling sok bersih di dunia ini, biasa saja. Kalau perfect, gak akan bisa perfect,” ujar Luhut.
Untuk menguranginya angka korupsi, Luhut menilai bahwa langkahnya bukan hanya dengan penindakan yang dianggapnya kerap didramatisir, melainkan dengan cara pencegahan. Bahkan, Ia menyebut penindakan itu dengan sebutan kampungan.
“Belum sempurna yes, tapi jangan nangkap-nangkap aja. Kampungan itu menurut saya. Saya setuju Yang ditangkap. Tapi kalau semakin kecil ditangkap karena digitalisasi, kenapa tidak?” Sebut Luhut.
Komentar