11 Maret 2023 Pesan Kebijakan Negarawan Untuk Presiden Joko Widodo

JurnalPatroliNews – Jakarta – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menghormati jaman ke jaman dari bangsanya sendiri. Kehormatan dan kebesaran jaman menjadi sinar terang peradaban, guna memulai dan memuliakan. 

“Itulah yang menjadi semangat untuk merengkuh dan bersama-sama bergerak dan berikrar,” kata Sri Eko Sriyanto Galgendu, Ketua Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI), Senin (13/3).

Dia bersama dengan Prof Yudhie Haryono mencoba untuk menggugah hati para negarawan, guna membicarakan bersama-sama permasalahan republik dan bagaimana upaya untuk memberikan sumbangsih dengan mengundang 45 tokoh nasional pada 11 Maret yang lalu bertempat di Museum Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan.

“Dalam pertemuan tersebut para tokoh menandatangani sebuah pesan dengan judul Pesan Kebijakan Negarawan Sapta Gatra yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo,” kata Eko Galgendu.

Dalam kesempatan itu, Bambang Sulistomo sebagai putra dari Bung Tomo menguraikan permasalahan kurangnya leadership dari para pejabat negara, terkikisnya jiwa Pancasila dari para pejabat. 

“Maka para pejabat dapat belajar dari Bung Karno ataupun setiap saripati periode kepemimpinan di Indonesia dapat diambil baiknya, termasuk jaman Soeharto dan lain-lain,” kata Bambang Sulustomo.

Sementara Prof. Sri Edi Swasono mengutarakan tentang krisis kepemimpinan dan konstitusi. Kedatangan dan ekspansi ekonomi negara China, menurut Edi Swasono harus disiasati dengan cerdik dan cerdas, jika tidak, maka akan membawa dampak ke masalah sosial ekonomi bahkan ke politik  komunis China. 

“Krisis konstitusi menjadi kelemahan dasar bangsa Indonesia, mental yang gampang dibeli dan berkhianat terhadap negara. Untuk itu Pemilu jangan sampai diundur. Mundur Pemilu berarti melawan konstitusi!” tegas Edi Swasono.

Sedangkan Laksanana (Purn)Tedjo Edhy ngegatakan bahwa kejadian sekarang adalah akumulasi dari proses permasalahan pendahulu.

Masalah ekonomi menjadi kajian penting. Masalah hukum, termasuk konflik antar agama. 

“Menyitir Wijoyo Sujono, kita tidak bisa diam! Harus bangkit dan bergerak. Untuk itu Safari Ramadhan menjadi sebuah gagasan,” kata Tedjo Edhi.

Sejumlah tokoh seperti, Eros  Djarot, mantan Gubernur BI, Burhanuddin, Prof Yudi latif, Sayuti Asyathri, Dr Kun Wardana, Prof. Indira Kertabudi, turut hadir dalam pertemuan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi itu menyoroti sejumlah masalah diantaranya:

  1. Ideologi. Kini ideologi Pancasila dan Konstitusi menghadapi tantangan kewaspadaan dengan maraknya kembali ideologi ekstrim khilafah dan komunis serta gerak- politik kelompok oligarki yang rakus.
  2. Politik.Tahun politik 2023, NKRI menghadapi tantangan kewaspadaan, pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa, karena maraknya tuduhan politik identitas yang menebarkan devide et impera ( memecah belah dan mengadu domba).
  3. Ekonomi.Kondisi ekonomi nasional tahun 2023 semakin suram ditambah kesenjangan sosial ekonomi semakin lebar, beban hutang yang semakin memberatkan serta belum ada jalan penyelesaian yang strategis.
  4. Sosial. Kondisi permasalahan sosial yang dapat mengarah ke konflik sosial, karena dipicu dari lemahnya ideologi, perbedaan pilihan politik, kesenjangan sosial dan lemahnya penegakkan hukum.
  5. Hukum.Sebagai negara hukum, supremasi hukum belum dapat ditegakkan dengan adil dan benar. Maraknya korupsi sebagai indikasi lemahnya hukum di Indonesia, kurangnya keadilan hukum bagi masyarakat yang membuktikan tajam kebawah tapi tumpul ke atas.
  6. Budaya. Terkikisnya budaya bangsa yang mengedepankan sifat gotong royong, rasa saling menghormati dan menghargai sebagai sesama anak bangsa.
  7. Pertahanan- Keamanan. Pertahanan keamanan nasional kini melemah, karena dipicu dari lemahnya ideologi, politik, ekonomi,sosial, hukum dan budaya, invasi asimetrik terselubung dari pihak eksternal, serta difisit pengetahuan konflik geo-politik.

Komentar