Anak Anggota DPRD Banten Jadi Tersangka Pengeroyokan Sekuriti Gegara Sengketa Tanah

JurnalPatroliNews – Jakarta – Serang – Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap seorang sekuriti bernama Edi Mulyadi, yang terjadi di Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten, pada Minggu (3/11/2024).

Penganiayaan tersebut terjadi setelah sengketa tanah seluas 500 meter persegi yang melibatkan pihak Djasmarni, seorang anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi NasDem, yang juga tercatat sebagai salah satu tersangka.

Salah satu tersangka, berinisial WR (34), diketahui merupakan anak dari Djasmarni, anggota DPRD yang menjadi bagian dari kasus sengketa lahan ini. “WR ini adalah anak dari Bu Djasmarni,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Banten, AKBP Dian Setyawan, Selasa (12/11).

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah AJ (57), UC (39), TM (70), dan MD (60). Mereka terlibat dalam penganiayaan terhadap Edi, yang menyebabkan korban harus dirawat intensif di rumah sakit akibat luka-luka yang dideritanya.

Awal Mula Kasus

Menurut keterangan AKBP Dian Setyawan, kasus penganiayaan bermula dari sengketa tanah yang melibatkan pihak Djasmarni dan Edi Mulyadi. Pihak Djasmarni berencana membangun pagar di atas tanah yang diklaim milik mereka berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Namun, Edi Mulyadi, yang bertugas sebagai sekuriti, melarang pekerjaan tersebut karena tanah yang disengketakan tersebut tercatat atas nama Neneng Aisyah berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) tahun 1994.

“Ini adalah tanah sengketa, di satu bidang yang sama ada kepemilikan dua alas hak. Yang satu berdasarkan AJB tahun 1994 yang diterima sebagai hibah dan tidak pernah diperjualbelikan, sementara di sisi lain pihak Bu Djasmarni memiliki SHM di bidang yang sama,” ujar Dian.

Pada 27 Oktober 2024, sebelum kejadian pengeroyokan, pihak Djasmarni telah mencoba membangun pondasi pagar, tetapi dilarang oleh Edi karena tanah tersebut bukan milik mereka.

Kejadian tersebut memicu adu mulut yang harus diredam oleh anggota provost Polda Banten. Bahkan, dalam mediasi yang dilakukan, pihak Djasmarni bersepakat untuk menghentikan pembangunan pagar hingga masalah kepemilikan tanah selesai.

Namun, meski sudah ada kesepakatan, pihak Djasmarni tetap melanjutkan pembangunan pagar tanpa pertemuan lebih lanjut dengan pihak Neneng Aisyah. Hal ini kembali memicu teguran dari Edi Mulyadi.

Penganiayaan Terjadi

Merasa tidak terima, WR bersama empat tersangka lainnya melakukan penganiayaan terhadap Edi Mulyadi pada 3 November 2024.

Para tersangka menggunakan kayu dan parang untuk menyerang Edi, yang menyebabkan korban terluka parah.

“Terjadi cekcok mulut, lalu perkelahian. Salah satu pelaku mengancam sekuriti dengan parang, ada yang memukul dengan kayu, ada yang memukul dengan tangan, bahkan ada yang mencekik hingga terbanting,” kata Dian.

Akibat penganiayaan tersebut, Edi Mulyadi harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena luka yang dideritanya.

Kelima tersangka kini berada dalam tahanan Polda Banten dan dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan dan atau Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun.

Komentar