JurnalPatroliNews – JAKARTA – Bencana sering terjadi pada saat kita tidak siap. Dalam kejadian bencana, siapa pun dapat menjadi korban, terutama kelompok rentan memiliki risiko yang lebih besar. Oleh karena itu, pentingnya melibatkan secara aktif kelompok rentan, dalam hal ini penyandang disabilitas, dalam setiap tahap penanggulangan becana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Kedeputian Bidang Pencegahan bersama dengan Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines didukung oleh Kementerian Dalam Negeri melaksanakan kegiatan Lokakarya Konsultasi dan Perencanaan Dukungan Multipihak Program PASTI, di hotel Mercure Jakarta (17/11).
Kegiatan ini melibatkan Kemendagri,BPBD, perwakilan OPDis nasional dan daerah, serta kementerian/Lembaga yang bergerak di kesiapsiagaan dan respons kemanusiaan. Hadir secara langsung Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, Berton Suar Pelita Panjaitan, S.K.M, M.H.M, Ph.D dan Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Desa Kementerian Dalam Negeri, Tb. Chaerul Dwi Sapta, SH.MAP.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkoordinasikan program dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka menggali masukan, saran, dan tanggapan guna mendukung pelaksanaan program yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan workshop pengembangan inklusi disabilitas dalam kurikulum kesiapsiagaan dan respons kemanusiaan.
Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam sambutannya menyampaikan, kelompok disabilitas tidak hanya menjadi yang dilindungi dalam kejadian bencana, tapi juga dapat dijadikan pelaku yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
“Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa kelompok disabilitas merupakan kelompok yang dilindungi dalam kejadian bencana (sebagai objek), namun penyandang disabilitas juga dapat menjadi pelaku (subjek) dalam penanggulangan bencana melalui peningkatan kapasitas kelompok tersebut,” ujar Prasinta melalui sambungan virtual.
Komentar