“Duet Maut” Pakar Terorisme dan Pakar Perang Asimetris Mengupas Secara Mendalam Fenomena Perang Asimetris Terkait Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang sangat kaya sumber daya, letak strtaegis, sehingga sangat sexy untuk dijajah bukan dalam bentuk kolonialisme, melainkan dalam bentuk New Colonialism, yaitu Perang Asimetris atau Perang Proxy.

Kalau sudah diadu domba, misalnya dengan Transnasional seperti Khilafah, jangankan masyarakat Non-muslim, masyarakat beragama Islampun akan resisten. Akhirnya yang terjadi adalah konflik dan kegaduhan. Maka bangsa kita tidak lagi membangun secara mandiri, sehingga terjadi ketergantungan terhadap negari adi daya atau aktor perang asimetris ini akan menjadi semakin tinggi.

“Radikalisme dan Terorisme yang mengatasnamakan agama sejatinya adalah fitnah bagi agama dan negara. Bisa kita lihat dari berbagai sumber, misanya Ikhwanul Muslimin, pusatnya di Inggris, Wahabi Salafi, pusatnya di Arab Saudi, tapi mentornya adalah Hempher, agen Intelijen Inggris MI-6, kemudian Hizbut Tahrir, pusatnya ada di London, dan lain-lain, jadi silahkan simpulkan sendiri. Ini adalah Geopolitik Global” Tandas Brigjen Ahmad Nurwakhid.

Dampak dari New Colonialism ini Terorisme yang dijiwai paham radikalisme, apapun bentuknya, apakah itu Terorisme yang mengatasnamakan Agama, atau Teroris Separatis, itu sejatinya adalah Proxy, wujud dari Perang Asimetris, atau Perang Intelijen. Maka siapapun yang intelijennya kuat, maka akan memenangkan Perang tersebut.” Pungkas Gus Jendral.

Kemudian di sesi berikutnya, Ruly Rahadian sebagai pemerhati Perang Asimetris menjelaskan bahwa kondisi yang sedang dihadapi oleh bangsa ini adalah tanggung jawab kita bersama. Paling tidak masyarakat ikut berkontribusi dalam bentuk pemikiran, atau informasi kepada para stake holder yang berhubungan langsung dengan upaya untuk menghadapi Perang Asimetris, lebih spesifik lagi yang berkaitan dengan Radikalisme dan Terorisme.

“Banyak sekali anak baik-baik tapi mereka menjadi para pelaku teror yang berbuat ekstrim diluar nalar kita.” Ujar Ruly mengawali sesi kedua tersebut.

Menurut Ruly berdasarkan analisa ilmiah, di otak manusia terdapat pola pikir atau mindset, yang sudah tertanam sejak kecil, disebut sebagai Fixed Mindset, yang bersifat tetap, dan mempunyai nilai-nilai ideal sesuai dengan pola ajar sejak usia dini hingga mampu berpikir secara kritis.

“Para aktor Perang Asimetris tersebut menggunakan sebuah cara konsep Growth Mindset, atau mindset yang berkembang sehingga terbentuknya mindset ini menjadi sebuah keyakinan. Bahwa nilai-nilai dasar yang sifatnya statis itu bisa dirubah, dikembangkan menjadi nilai-nilai baru.”

Komentar