JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai tidak memberikan proses edukasi pemerintahan dan hukum yang baik kepada rakyat Papua. Kementerian yang dipimpin Tito Karnavian itu juga dinilai melakukan pembiaran yang berdampak terjadinya perselisihan di jajaran pejabat tinggi Papua.
Demikian diungkapkan Ketua Pemuda Adat Papua, Jan Cristian Arebo. Menurut Jan, hal tersebut terlihat di persoalan dualisme Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua.
Diketahui, Dance Yulian Flassy sebagai sekda definitif dilantik secara resmi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berdasarkan SK Presiden. Sementara, Ridwan Rumasukun selaku pelaksana tugas baru saja ditunjuk Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Jan Cristian Arebo menyampaikan, Kementerian Dalam Negeri tidak boleh membiarkan proses tersebut berlarut-larut. Pasalnya, hal itu merupakan pembodohan hukum dan pemerintahan yang sedang diperlihatkan pemerintah pusat terhadap Rakyat Papua.
“Setiap penyelenggara negara harus taat dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk Keputusan Presiden. Untuk itu, Kemendagri selaku pembantu Presiden dalam Kabinet Indonesia maju wajib hukumnya menjaganya dan melaksanakannya. Tetapi kami menilai di Papua Kementerian Dalam Negeri tidak menjaga Perintah Presiden khusus persoalan Dualisme Sekretaris Daerah, ini kami pertanyakan apakah ada permainan dengan Gubernur Papua atau bagaimana?” tanya Jan, dalam keterangan tertulis, Selasa (10/8).
Jan menjelaskan, sesuai aturan sudah sangat jelas Sekda Dance Flassy, masih aktif dan usia pensiun BUP 60 tahun sebagai pejabat pembina utama madya berdasarkan Undang-undang ASN nomor 5 tahun 2014.
“Proses roda pemerintahan dan tugas-tugas koordinasi rutin dan kedinasan hingga saat ini tetap berjalan seperti biasanya. Hanya ditakutkan terjadi mal administrasi terus berjalan dan dapat merugikan Rakyat Papua. Kita tahu mekanisme dan kewenangan ada ditangan Presiden soal mengangkat sekda defenitif provinsi sekalipun gubernur selaku pengguna. Namun harus taat aturan,” tegasnya.
Diketahui, Gubernur Papua saat ini telah mengeluarkan Surat Perintah Pelaksana Tugas Sekda Nomor 800/7207/SET tertanggal 28 Juni 2021 menunjuk Ridwan Rumasukun sebagai Pelaksana Tugas Sekda Papua dan dilantik pada tanggal 14 juli 2021 lalu di Gedung Negara Dok V Jayapura, sementara hingga kini Dance Yulian Flassy, masih aktif sebagai Sekda defenitif berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 159/TPA/2020 tentang pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.
Hingga saat ini belum ada Keppres pemberhentian sesuai usulan Gubernur ke Presiden beberapa waktu lalu.
Menurut Jan, dasar hukum pengangkatan pelaksana tugas tersebut tidak sejalan dengan aturan yang dimaksud dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (7). Ketentuan-ketentuan tersebut kemudian dioperasionalkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Surat edaran Kepala BKN nomor 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam aspek kepegawaian, sudah sangat jelas yang ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Daerah.
Pokok-pokok ketentuan dalam SE BKN tersebut adalah menegaskan yakni:
1. Apabila terdapat pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas paling kurang 7 (tujuh) hari kerja, maka untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, agar Pejabat Pemerintahan di atasnya menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai Pelaksana Harian (Plh).
2. Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt) tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.
3. Plh. dan Plt. tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.
4. Plh dan Plt memiliki kewenangan mengambil keputusan dan/atau tindakan selain keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis dan berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.
Kewenangan Plh dan Plt antara lain:
– Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja;
– Menetapkan kenaikan gaji berkala;
– Menetapkan cuti selain Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN);
– Menetapkan surat penugasan pegawai;
– Menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar instansi; dan
– Memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/ administrasi, dan izin tidak masuk kerja.
5. PNS yang diperintahkan sebagai Plh atau Plt tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya.
6. Penunjukan PNS sebagai Plh atau Plt tidak perlu ditetapkan dengan keputusan melainkan cukup dengan Surat Perintah dari Pejabat Pemerintahan yang memberikan mandat.
7. Plh. dan Plt. bukan jabatan definitif, oleh karena itu PNS yang diperintahkan sebagai Plh atau Plt tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak perlu dicantumkan besarnya tunjangan jabatan.
8. Pengangkatan sebagai Plh. atau Plt. tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya.
9. PNS atau Pejabat yang menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, atau jabatan pengawas hanya dapat diperintahkan sebagai Plh. atau
Plt. dalam jabatan pimpinan tinggi jabatan administrator, atau jabatan pengawas yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya.
10. PNS yang menduduki jabatan pelaksana atau jabatan fungsional hanya dapat diperintahkan sebagai Plh. atau Plt. dalam jabatan pengawas.
11. Plh. atau Plt. dalam menetapkan Keputusan atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d, harus menyebutkan atas nama Pejabat Pemerintahan yang memberikan mandat.
Merujuk ketentuan-ketentuan di atas, lanjut Jan, tindakan Gubernur Provinsi Papua yang telah mengangkat dan melantik Muhamad Ridwan Rumasukun sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Daerah Provinsi papua menggantikan Dance Yulian Flassy, selaku sekda definitif yang tidak sedang berhalangan sementara maupun tetap, adalah perbuatan melanggar hukum.
Untuk itu, kata Yan, dirinya mewakili seluruh pemuda adat dan generasi muda di Papua meminta pertanggungjawaban Mendagri Tito Karnavian untuk menjaga Wibawa Presiden Joko Widodo di Papua karena apa yang dilakukan telah menabrak undang undang.
“Logikanya Keputusan Presiden dibatalkan oleh SK Gubernur ini kan tidak masuk akal, dan ini akan menjadi efek domino ke daerah-daerah lain di ndonesia,” pungkasnya.
Komentar