Jangan Salah Investasi, DPR Minta : Hati-hati! BPJS Kesehatan Lagi Banyak Uang

JurnalPatroliNews – Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI memberikan sejumlah catatan kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti terhadap kinerja BPJS Kesehatan sepanjang tahun 2022. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat dengan Pendapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (4/4/2023).

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo, menanggapi sejumlah catatan dari dewan pengawas BPJS Kesehatan salah satunya mengenai optimalisasi hasil investasi. Ia mengingatkan agar BPJS Kesehatan tetap melakukan investasi dana sesuai aturan dan dengan proses kehati-hatian agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Dulu ada berita tentang investasi yang sempat gaduh, untuk itu kami mengingatkan jangan salah investasi sesuai dengan ketentuan menteri keuangan, optimalisasi investasi harus dijalankan dengan proses kehati-hatian,” ujarnya.

“Yang penting memprioritaskan peningkatan pelayanan salah satunya melalui investasi ke sistem digitalisasi. Artinya jangan hanya ada divisi teknologi informasi, tapi penting untuk investasi juga di bidang teknologi, ini sebuah keharusan,” lanjutnya.

Selain itu, Rahmad juga mengingatkan agar BPJS Kesehatan tidak hanya berfokus pada pelayanan namun juga pada kepesertaan. Hal ini senada dengan catatan dari dewan pengawas yang menyatakan bahwa BPJS perlu melakukan pengembangan sistem aplikasi berbasi digital masih belum menjangkau seluruh segmen peserta.

“Jangan hanya fokus pada pelayanan saja, bagaimana direksi mengejar perusahaan-perusahaan yang masih banyak belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan, itu perlu kita kejar,” lanjutnya.

Selanjutnya, Rahmad juga meminta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti untuk mendalami kasus yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia terkait ‘bisnis’ kerjasama fasilitas kesehatan dengan BPJS. Hal ini menurutnya menimbulkan asumsi kompetisi yang membahayakan BPJS Kesehatan ke depannya. Untuk itu ia meminta agar Dirut BPJS juga menaruh perhatian terhadap diskriminasi yang dialami faskes-faskes di daerah.

“Kenapa ada RS terpilih dan tidak terpilih ini kan seperti ada kompetisi yang melibatkan BPJS, dengan adanya pertanyaan yang datang kepada saya timbul asumsi bahwa ternyata kerjasama dengan BPJS itu ada ‘bisnis’ nya, mudah-mudahan salah,” terangnya.

“Oleh karena itu, yang memungkinkan punya alkes jantung itu jangan ada diskriminasi, jangan da kompetensi antar RS,” tambahnya.

Selain itu, anggota Komisi IX lainnya, Arzeti Bilbina, juga menyoroti salah satu catatan dewan pengawas yakni masih tingginya jumlah peserta non aktif menunggak dibanding dengan peserta aktif pada segmen PBPU Mandiri. Menurutnya rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mematuhi pembayaran iuran harus menjadi bahan evaluasi internal BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan.

Ia menilai ketidakpatuhan tersebut bisa saja muncul karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

“Yang kita perlu tahu selain iuran mereka harus bayar lagi untuk melakukan rujuk ke askes lebih tinggi walaupun ada bahasanya ini bisa diganti tapi ini tidak bisa diyakini oleh para peserta,” ungkapnya.

“Dari kualitas pelayanan yang banyak dirasakan peserta yang tidak memadai, kasus para nakes yang mempertontonkan bedanya BPJS dan asuransi umum, keluhan-keluhan ambulans sudah tua, obat-obatan dan alat medis yang dibutuhkan pasien. Bahwa mungkin itu salah satu cara peserta BPJS tidak melihat pelayanan,” tambahnya.

Selain itu, proses pelayanan yang masih lambat seringkali membuat peserta BPJS Kesehatan merasa kecewa dan pada akhirnya membuat mereka juga melakukan hal yang sama dalam hal membayar kewajiban mereka tiap bulannya.

“Ketika mereka mendatangi faskes BPJS mereka harus menunggu lama ini akan memperburuk kondisi kesehatan mereka sehingga ini mendasari ketidakprofesionalan peserta BPJS dalam membayar iuran,” jelasnya.

Oleh karena itu, melalui rapat dengar tersebut, Arzeti mengatakan meskipun masalah tunggakan iuran ini berasal dari peserta BPJS Kesehatan, namun internal BPJS Kesehatan sendiri harus berbenah agar dapat membangun kepercayaan publik dan membuat masyarakat dengan senang hati membayar iuran karena merasa dampak yang didapatkan sepadan dengan apa yang sudah mereka bayarkan tiap bulannya.

“Untuk itu, kami meminta BPJS menyegerakan peningkatan pelayanan agar keluhan yang tidak memenuhi iuran bulanan tidak terjadi lagi. Tentunya kita harus membenahi dari memberikan pelayanan yang terbaik,”pungkasnya.

Komentar