Kebijakan Untuk Tujuh Sektor Khusus, ESDM Ungkap: Serapan Gas Industri Masih Lesu

JurnalPatroliNews – Jakarta –Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memberikan kebijakan harga gas ‘murah’ kepada tujuh sektor industri khusus yang berhak menerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Namun tampaknya, kebijakan ini belum membantu industri dalam memenuhi target serapan gas.

Kebijakan HGBT kepada tujuh sektor industri sudah tertuang dalam Peraturan Presiden 121 tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. HGBT tersebut bisa dinikmati oleh tujuh sektor industri dengan harga gas bumi sebesar US$ 6 per million British thermal unit (MMBTU).

Tujuh sektor industri yang dimaksud adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.Namun ternyata, harga kompetitif yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM nampaknya belum memberikan hasil penyerapan gas yang optimal.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.

Dia mengungkapkan, per Desember 2022, realisasi penyerapan gas dengan harga khusus tersebut terhitung “hanya” sebesar 81,38% dari alokasi atau sebesar 1.253 BBTUD.

Sedangkan bila dilihat pada pencapaian tahun 2021, penyerapan gas terhitung lebih tinggi yakni sebesar 87,06% atau setara 1.281 BBTUD.

Sehingga secara umum, penyerapan gas dengan harga khusus pada tujuh sektor industri tahun 2022 terhitung menurun dibandingkan dengan penyerapan gas pada tahun 2021.

“Untuk tahun 2021 jumlah penyerapan harian gas bumi untuk sektor industri tertentu meningkat dari 1.197 BBTUD menjadi 1.281 BBTUD melalui revisi Kepmen ESDM no. 89/2020 menjadi Kepmen ESDM 134/2021 dengan realisasi sebesar 87,06%,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (11/4/2023).

“Sedangkan tahun 2022 jumlah penyerapan harian pasokan gas sebesar 1.253 BBTUD sesuai Kepmen ESDM no.134/2021 dengan realisasi Desember 2022 sebesar 81,38%,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga pernah mengungkapkan bahwa lima dari tujuh industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), justru dilaporkan mengalami penurunan produksi dari tahun 2021 ke tahun 2022.

Kelima industri itu adalah industri pupuk, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Dia menjabarkan, utilisasi industri pupuk tahun 2021 sebesar 92,13% dan di tahun 2022 menurun menjadi 88,99%. Hal itu disebabkan oleh tidak pemanfaatan kapasitas dan beberapa kerusakan yang tidak terduga di dalam pabrik.

“Kenapa (penurunan produksi) ini terjadi? (Pabrik) tidak bisa mengoptimumkan kapasitas optimalnya, ya memang ada masalah-masalah, kerusakan-kerusakan yang tidak terduga karena pabrik yang memang harus dilakukan antisipasi,” kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (2/2/2023).

“Kemudian di hilirnya transportasi toll fee. Toll fee inilah yang juga disesuaikan sehingga bisa mencapai harga US$ 6. Region itu tidak sama. Barat sama timur. Hulu berapa, hilir berapa. Tapi semua diupayakan untuk bisa mencapai US$ 6. Ini diberlakukan ke seluruh 7 industri yang daftar-daftar perusahaannya sudah list berdasarkan rekomendasi dari Kemenperin,” tambahnya.

Selain itu, lanjut dia, data Kementerian ESDM menunjukkan, produksi industri baja pada tahun 2021 sebesar 58,48% kapasitas, jadi 58,34% di tahun 2022.

Begitu juga dengan produksi keramik yang hanya mencapai 67,88% dari kapasitas di tahun 2022, sementara di tahun 2021 masih mencapai 79,30%.

“Baja ini nggak naik-naik mungkin memang demand-nya yang nggak merespons. Keramik ini ya tadinya lesu sudah menunjukkan peningkatan di tahun 2021 tapi turun lagi di tahun 2022. Kemudian kaca 70,9% tahun 2020 naik 82% kemudian tahun 2022 turun lagi, tapi tetap di atas angka itu. Sarung tangan karet 94% turun jadi 91%,” pungkas Arifin.

Komentar