Vera Febyanthy, Anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat, adalah salah satu anggota DPR yang menyuarakan hal itu. Ia, mempertanyakan kasus-kasus yang dialami Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat eselon 3 di DJP dan tengah diperiksa KPK, seperti membuk kotak pandora, bahwa tunjangan kinerja di DJP ketinggian.
“Apakah menjadi kontak pandora atas kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi dan perilaku yang hedonis dikalangan DJP Kemenkeu. Berdasarkan fakta remunerasi di Kemenkeu, Perpres 37 Tahun 2015 tunjangan DJp paling rendah Rp 5,3 juta, tertinggi Rp 117,3 juta,” tanya Vera kepada Sri Mulyani.
Vera menilai, Tukin yang diperoleh para pegawai DJP itu, sangat timpang dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian atau Lembaga lain. Misalnya, seperti PNS di lingkungan DPR, yang paling rendah hanya mendapat Rp 1,56 juta dan tetinggi Rp 19 juta. Padahal total PNS nya hanya 3000 orang, sedangkan PNS di DJP sebanyak 44,6 ribu.
Demikian juga Tukin para PNS di Kementerian Agama, lanjut Vera, sesuai Pepres 130 Tahun 2018, paling terendah hanya mendapat Rp 1,97 juta dan tertinggi Rp 29 juta. Ini yang sangat tidak adil, sehingga, ketika muncul kasus flexing di para pegawai DJP dan pegawai Kementerian Keuangan lain, memicu kecemburuan sosial di antara kalangan pegawai kementerian atau lembaga lain.
“Apa ini bisa ibu perbaiki, tentu harapan ditangan ibu. Kami harap, dengan Tukin yang diberikan ibu menkeu periode lalu 2005 ibu reformasi, setelah kasus Gayus mencapai 100%, bahkan berturut-turut terjadi, peningkatan Tukin PNS di Kemenkeu sudah berkali-kali, sudah berapa ratus kalilipat perubahan, apa ini masih kurang?” tanyanya lagi.
Komentar