Minta Malaysia Klaim Kepulauan Riau, Garuda: Sangat Disayangkan, Mahathir jadi Pemimpin Tersesat

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pernyataan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad agat Negeri Jiran mengklaim Kepulauan Riau sebagai wilayah mereka, bisa berakibat buruk jika tidak segera diluruskan.

“Walaupun yang bicara warga sipil, bukan Pemerintah Malaysia, tetapi Mahathir adalah tokoh di Malaysia, sehingga pernyataan Mahathir bisa menimbulkan efek yang tidak baik,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi dalam keterangannya, Kamis (23/6).

Terpenting, kata Teddy, Pemerintah Malaysia harus mengambil sikap terhadap pernyataan Mahathir. Karena bagaimanapun, hubungan Indonesia dan Malaysia tidak boleh terganggu dengan pernyataan sesat satu orang.

“Pemerintah Indonesia sebaiknya segera meminta pemerintah Malaysia membuat pernyataan dan mengurus warganya yang sedang tersesat dengan pernyataan sesatnya itu,” terangnya.

“Karena bisa membuat gejolak yang akhirnya merusak hubungan baik Indonesia Malaysia,” imbuhnya menekankan.

Teddy meyakini, Malaysia sebagai negara berdaulat tidak akan pernah memberikan pernyataan kontroversial. Bagi dia, pernyataan agar Malaysia mengklai kepulauan Riau hanya pernyataan seorang yang mungkin terkena post power syndrom.

“Sangat disayangkan, seorang Mahathir yang dulu seorang pemimpin, kini menjadi seorang pemimpi yang tersesat,” pungkasnya.

Dilansir dari Strait Times, Mahathir mengatakan bahwa Malaysia menganggap kemenangan mereka atas sengketa pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ) adalah sesuatu yang berharga.

Namun, ia menilai Malaysia juga harus menuntut agar Singapura dan Kepualan Riau masuk ke wilayah Malaysia karena merupakan bagian dari Tanah Melayu.

“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh dikembalikan kepada kita. Kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu,” kata Mahathir.

Mahathir mengatakan bahwa apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau, dan Singapura, tetapi sekarang terbatas di Semenanjung Malaya.

“Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan,” katanya. 

Komentar