JurnalPatroliNews – Jakarta – Pilpres 2024 sudah selesai digelar. Berdasarkan quick count atau hitung cepat sejumlah lembaga survei, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka keluar sebagai pemenang. Paslon yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju itu berhasil mengungguli dua paslon lainnya, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
Direktur Excecutive Partner Politik Indonesia Abubakar Solissa mengatakan, kemenangan Prabowo-Gibran harus dilihat sebagai kemenangan seluruh rakyat Indonesia, sehingga presiden dan wakil presiden terpilih wajib merangkul semua pihak.
“Pilpres 2024 telah selesai digelar, saatnya lakukan rekonsiliasi nasional agar tak ada lagi polarisasi, baik di level elit maupun grassroots,” demikian kata Direktur Excecutive Partner Politik Indonesia Abubakar Solissa saat mengisi acara diskusi publik yang bertajuk Pilpres Telah Usai, Saatnya Rekonsiliasi Nasional, di Upnormal Coffee Roasters Raden Saleh, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
Meskipun begitu, kata Solissa, keputusan resmi terkait pemenang pemilu itu nanti diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret mendatang.
“Sekalipun hitung cepat lembaga survei maupun real count KPU saat ini menempatkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres, tetap saja kita harus menunggu pengumuman resmi KPU di 20 Maret mendatang,” kata Solissa menegakkan.
Sementara itu, Direktur Excecutive Aljabar Strategic Indonesia Arifki Chaniago mengungkapkan, rekonsiliasi paska pilpres sangat penting didorong agar konsolidasi pemerintahan bisa berjalan secara efektif.
Chaniago juga mengungkapkan kedepan posisi ketua-ketua partai politik lebih berpengaruh ketimbang capres atau cawapres yang bukan pengambil kebijakan di partai.
“Posisi Muhaimin Iskandar atau Cak Imin akan lebih powerfull kembang Anies Baswedan yang merupakan capres 01, begitupula dengan cawapres 03 Mahfud MD, hal ini dikarenakan keduanya bukan orang partai atau veto player di partai sehingga positioning keduanya secara politik juga lemah,” ungkap Chaniago.
Selain itu, lanjut Chaniago, peluang koalisi atau bergabungnya pasangan nomor urut 01 dan 03 dalam melawan 02 terbilang kecil mengingat banyak sekali hambatan diantara mereka untuk berada di satu kolam yang sama.
“Posisi politik antara 01 dan 03 itu ibarat minyak dan air sehingga sulit untuk disatukan. Seperti misalnya PDIP dan PKS yang memiliki ideologi berbeda, ini hambatan syikologi kedua partai yang membuat keduanya sulit bersatu,” ucap Chaniago.
Komentar