Sentimen AS Kepada RI, Ini Kata LBP Soal IRA

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Indonesia, belum memiliki kesepakatan dagang atau Free Trade Agreement (FTA) dengan Amerika Serikat (AS). Hal itu membuat, AS tidak memberikan kredit pajak kepada Indonesia melalui aturan baru Inflation Reduction Rate (IRA), untuk produk nikel yang dipakai dalam pembuatan baterai EV di AS.

Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinasi bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), mengungkapkan, salah satu alasan Indonesia belum mendapatkan IRA dari AS adalah karena Indonesia belum memiliki FTA dengan AS.

“Karena kita belum punya trade deal dengan Amerika,” ungkapnya, saat Konferensi Pers, di Gedung Kemenko Marves, Senin (10/4/23).

Seto menyebut, bahwa Indonesia bukan satu-satunya Negara yang belum memiliki FTA dengan AS. Ia membeberkan, bahwa Negara yang sudah memiliki FTA dengan AS baru 17 Negara.

“Kan banyak juga kan cuma ada 16 plus Jepang, ada 17 Negara yang punya FTA dengan Amerika. Jadi banyak sekali negara yang tidak punya FTA kalau tidak punya berarti tidak eligible untuk IRA,” bebernya.

Menanggapi hal ini, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), Menko Marves, membenarkan, terkait dengan IRA, memang lebih menarik dari banyak harga, seperti harga gas.

“Konteks ini kita masih oke. Misal nanti kita ketemu dengan Ford hari sabtu di Amerika dan Tesla juga, kita akan bicara, karena kalau tidak, mereka akan rugi juga dan green energy yang kita punya untuk proses prekursor katoda itu, mereka ga dapat dari Indonesia karena kita ga punya agreement dengan mereka,” ucap Luhut, saat Konferensi Pers, Senin (10/4/23).

Selain itu, dalam akun instagram resminya, LBP menegaskan, bahwa prinsip kesetaraan dan berkeadilan, seharusnya jadi landasan bagi hubungan kerjasama antar Negara.

“Tidak boleh ada yang merasa lebih daripada yang lain. Begitupun hal nya dengan hubungan antara Indonesia dan China, yang terjalin karena perkawanan yang setara dan rasa saling percaya,” tegas LBP dikutip Kamis (6/4/23) lalu.

Untuk itu, LBP akan mengusulkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), untuk mengirim lebih banyak mahasiswa Indonesia, untuk belajar ke China, bukan hanya vocational training saja, tetapi belajar pengembangan teknologi EV, hingga akhirnya bisa kita implementasikan di Indonesia.

Diketahui, AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak, bagi produsen baterai dan EV dibawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi, beberapa minggu kedepan. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar, dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.

Akan tetapi, baterai yang mengandung komponen dari sumber Indonesia, dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh, karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS, dan adanya dominasi Perusahaan China dalam industri Nikel.

Komentar