Sebelumnya, MenKopUKM terus mendorong korporatisasi petani melalui koperasi, sebagai upaya meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.
“Karena bila dilakukan sendiri itu sulit dan tidak optimal, maka petani perlu bergabung dengan petani-petani lain dalam satu wadah koperasi, setelah itu menghubungkannya dengan industri atau pasar yang lebih besar,” ucapnya.
Salah satu contoh suksesnya penerapan korporatisasi petani yang juga dikombinasikan dengan teknologi di Indonesia yakni E-fishery. E-fishery telah mengagregasi 200 ribu petambak kecil, di mana rata-rata satu petambak memiliki sekitar 15 orang, dan menyebar di Kalimantan, Sumatera, serta Jawa.
“Korporatisasi petani merujuk pada petani-petani perorangan berlahan sempit, kemudian dikoperasikan agar masuk skala ekonomi dan model bisnis,” jelas Menteri Teten.
Sementara Koperasi Multi Pihak (KMP), merupakan salah satu kebijakan KemenKopUKM untuk memodernisasi model bisnis koperasi.
KMP dalam pengertian yang sederhana adalah koperasi yang dimiliki dan dikendalikan oleh lebih dari satu kelompok anggota. “Kita perlu belajar dari pengalaman koperasi di negara-negara maju yang tumbuh berkembang,” katanya.
Ia menekankan, melalui KMP, pihaknya ingin mengkoperasikan seluruh stakeholder yang terlibat di dalam sirkular ekonomi, sehingga terjadi komitmen bisnis jangka panjang.
Sementara itu, Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menyampaikan, buku ketiga ‘Korporatisasi Petani dan Koperasi Multi Pihak-Koperasi Kekinian,’ ini mendokumentasikan upaya Pemerintah dalam pengarusutamaan koperasi sebagai kelembagaan usaha pilihan masyarakat, yang andil dalam industrialisasi sektor strategis.
Komentar