Universitas Paramadina Meluncurkan Buku Biografi KH. Yahya Cholil Staquf: Derap Langkah dan Gagasan

“Kalau kita baca elaborasi dari beliau, sebetulnya reasoning beliau ke Israel sebagai puncaknya sebetulnya, dalam buku ini salah satu poin yang saya tekankan adalah terkait dengan kunjungan beliau ke Israel,” terangnya.

Lebih lanjut Septa menerangkan latar belakang sosok Gus Yahya beserta gagasan-gagasan beliau, “Yang menarik dari seorang Gus Yahya adalah kemampuan beliau dalam meneropong perubahan tatanan global. Ada kesadaran penting disitu kalau kita ingin bicara apa yang perlu dilakukan oleh Nahdlatul Ulama, lebih besarnya Umat Islam atau Bangsa Indonesia dan lebih besarnya lagi tentu komunitas global,” katanya.

Dr. Laode Ida  yang pernah menulis tesis tentang Nahdlatul Ulama mengungkap kekagumannya kepada keluarga besar KH. Yahya Cholil Staquf yang memiliki tradisi intelektual yang kuat. Dua sosok yang dikaguminya adalah  KH. Cholil Bisri dan KH. Mustofa Bisri, Gus Yahya menurutnya adalah figur yang unik “Background Yahya Staquf membentuk dia untuk membangun, lebih bisa berinteraksi lebih luas ke komunitas-komunitas lintas identitas lintas budaya. Keunikan lainnya ternyata dia membangun komunikasi internasional yang cukup bagus itu saya lihat riwayatnya. Keunikan lainnya bahwa Yahya Staquf ini merupakan keturunan Madura dan masuk kelompok inti dalam NU. Kelompok inti dalam NU sangat berperan untuk mengisi formasi di NU maupun merepresentasikan NU ke luar. Maka peluang Yahya Staquf cukup bagus di situ disamping latar belakangnya,” tuturnya.

Dr. M. Subhi Ibrahim, MA menyampaikan bahwa penulis berhasil menempatkan Gus Yahya dalam konteks dunia pesantren, NU, dan  dalam politik kebangsaan. “Buku ini memberikan konteks yaitu jejaring dari si tokoh ini sehingga kita mampu sedikit memahami kenapa kok Gus Yahya misalnya ke

Israel, itu sulit sekali dipahami oleh orang yang tidak mengerti konteks jejaring Gus Yahya tadi, keterpengaruhannya, lingkungannya dan seterusnya. Jadi dengan hadirnya buku ini akan lebih memberikan semacam bantuan bagi kita untuk memahami sosok Gus Yahya,” katanya.

Subhi menyatakan bahwa geneologi pemikiran Gus Yahya yang bercorak Gus Dur maka ada irisan dengan paramadina. “kalau Paramadina kan taglinenya adalah Keislaman, Keindonesiaan, Kemodernan. Jadi islam yang dimaksud adalah islam yang punya konteks ke Indonesiaan dan Kemodernan. Kalau Gus Dur saya membacanya ada tiga juga yaitu keislaman pastinya sebagai dasar rujukan nilai, lalu Keindonesiaan dan Kemanusiaan. Jadi selalu gusdur bicara dalam konteks kemanusiaan dan ternyata Gus Yahya juga seperti itu,” tambahnya.

Komentar