Agung Intan Ary Dwi Mayasukma, S.H., M.H: Tidak Ada Toleransi Sekecil Apapun Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan

Agung Intan Ary Dwi Mayasukma, S.H., M.H memaparkan bahwa rasa lemah dan tidak percaya diri, karena pandangan masyarakat terhadap perempuan janda membuat perempuan korban kekerasan tetap mempertahankan perkawinannya, tekanan lingkungan untuk tetap bertahan dalam hubungan rumah tangga.

Agung Intan Ary Dwi Mayasukma, S.H., M.H menjelaskan bahwa stereotype jender yang telah melekat pada laki – laki dan perempuan, seringkali menjebak kedua jenis kelamin ini pada posisi sulit tentunya hal ini menandakan mereka yang bergerak pada wilayah feminist legal theory yang berusaha merekonstruksi sistem hukum yang netral, obyektif dan transformative. Netralitas hukum yang mengandaikan imparsial tidak memihak pada satu pihak atau golongan, sehingga dalam perkembangannya hukum berdampak pada keberadaan perempuan. Obyektivitas hukum dicapai jika polaritas dan dikotomi maskulin feminin dihilangkan, dengan demikian kekerasan di wilayah domestik juga dianggap sebagai tindak kejahatan.

 “Saatnya bagi masyarakat mengubah pelabelan jender ini menjadi lebih manusiawi, sehingga cara – cara mengaktualisasikan diri juga menjadi lebih assertif di masyarakat. Dengan keadilan jender sebagai suatu kondisi dan perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki – laki dapat terwujud. Kesetaraan yang adil merupakan suatu konsep yang mengakui faktor – faktor khusus seseorang serta memberikan haknya sesuai dengan kondisi orang tersebut. Jadi, bukan memberikan perlakuan yang sama kepada individu yang berbeda kebutuhan dan aspirasinya, tapi memberikan perhatian yang sama kepada setiap individu agar kebutuhannya dapat terpenuhi, intinya hentikan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan, karena insan yang lahir ke muka bumi ini dari rahim seorang perempuan,” pungkas Agung Intan Ary Dwi Mayasukma, SH, MH. (* – TiR).-

Komentar