Oleh: Dr. Ir. Justiani M.Sc. Direktur Eksekutif GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia)
JurnalPatroliNews – Penyesalan Amien Rais soal Amandemen UUD-45 yang ternyata melahirkan Republik Amburadul sebagaimana yang kita rasakan beberapa tahun belakangan ini (Mahfud MD, Kompas 15 Juni 2024), ditimpali oleh La Nyalla Mataliti bahwa UUD Hasil Amandemen sudah meninggalkan falsafah Pancasila, serasa memberi angin segar bagi impian negara demokrasi yang sejati. Amandemen Konstitusi wajib dielaborasi dari landasan falsafah bernegara yaitu Pancasila, yang dalam urutan sila-silanya harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang holistik, dalam hal pemaknaan menuju perwujudannya.
Memperhatikan dinamika berbangsa bernegara yang disibukkan oleh pemaknaan Sila Pertama yang tiada habis-habisnya, maka sebaiknya urutan implementasi dibalik dari paling bawah menuju keatas. Jika membandingkan dengan konstitusi hampir semua negara demokrasi, maka kalimat paling awal dalam konstitusi mereka adalah sila ke-5 yaitu negara melindungi keadilan sosial dan menjamin kesejahteraan bagi warganegaranya (Saurip Kadi, 2023). Perwujudan sila ke-5 inilah yang membikin setiap warganegara berdiri sama tinggi duduk sama rendah sehingga bisa melaksanakan sila ke-4 musyawarah dengan suara yang setara lantangnya, hal mana mustahil terjadi apabila si miskin duduk semeja dengan si kaya, pasti ada “power bias” apapun bentuknya. (Bordieu in Navarro 2006). Bila musyawarah dalam kesetaraan sila ke-4 sudah dilaksanakan maka akan tercipta sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia, yaitu musyawarah untuk kesadaran bersama sebagai suatu bangsa berdaulat melalui keasadaran kolektif persatuan dalam wadah Indonesia. Bila persatuan dicapai maka Indonesia tampil percaya diri dalam kancah dunia menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab. Perwujudan demikian adalah makna hakikat Sila ke-1 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila mewujud dalam kehidupan berbangsa bernegara. Pancasila bukan slogan simbol cita-cita semata, bukan diributkan tanpa henti, sebab Pancasila dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Revolusi Telematika
Globalisasi didorong oleh revolusi telematika sedang memerankan sebuah revolusi sosial sering disebut silence revolution, secara pasti merasuki semua sudut kehidupan. Ia mengaburkan batas-batas tradisional yang membedakan bisnis, media dan pendidikan, merombak struktur dunia usaha, mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi, kesehatan, entertainment, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu (Liem Siok Lan, 2008). Hal ini merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu. Pada dasarnya, teknologi yang memungkinkan dan memudahkan manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah, dan terjangkau memiliki potensi untuk mendorong pembangunan masyarakat yang demokratis. Teknologi semacam ini harus dimiliki oleh rakyat untuk membantu rakyat mengorganisir diri, efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat manfaat tersebar dari proses berekonomi dan berpolitik.
Kebhinekaan NKRI, dan semua potensi desa, memerlukan upaya pembenahan konten dan metoda informatika melalui berbagai perangkat super canggih, dan pada akhirnya harus dibingkai dalam suatu model komunikasi berbasis antropologi informatika yang menjamin keadilan dan kesejahteraan sehinga outputnya adalah keharmonisan dan kedamaian. Dengan begitu Pancasila bukan slogan semata, namun mewujud dalam kehidupan sehari-hari dengan cara meniti buih revolusi sosial yang dibawa oleh gelombang dahsyat telematika.
RepublikNuswantaraRaya-5.0
Platform digital dapat merealisasikan tatanan baru NKRI berbasis desa, untuk menjadi sebuah negeri yang menerapkan prinsip tata dunia baru yang transparan, bersahabat dengan alam (go green go clean/greenomics), dan mengutamakan rakyat berjaringan (people-cybernomics) yang egaliter (connected society) dalam berbagai transaksi ekonomi, sosial, budaya, politik yang sirkular (circular economy) bertumpu pada desa-desa sesuai dengan kondisi alam dan sosialnya, serta cita-cita/harapan warga Desa dengan interaksi secara global untuk peluang perubahan. Maka konsep DESA dirumuskan sbb: DESA adalah komponen utama dalam tata negara baru yang mengembalikan kedaulatan tata ruang dan tata uang ke tangan rakyat (basmi mafia) sebagai basis program kebangsaan (Budaya) kerakyatan (Ekonomi) untuk kedamaian (Polhukam) yang selaras alam (Go Green Go Clean, Blue Ocean Strategy, Zero Waste, Balance Food & Energy, Free Energy, dll). DESA berperan sebagai poros inti pengumpulan amanat rakyat/ kontrak sosial berbagai sektor dan berbagai daerah untuk dikawal sampai terwujud oleh siapapun yang dapat amanah sebagai pemimpin. DESA berbentuk masyarakat berjaringan di seluruh Indonesia didukung dengan model telematika independen yang dapat mengagregasi nilai kreatif plus berperan aktif dalam mengawal eksekusi program-program cerdas dan kreatif.
Komentar