Ancaman Menteri Krisis Filosofi

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Kritik keras dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK), mengenai kinerja Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyoroti persoalan mendasar dalam tata kelola pendidikan nasional. JK mempertanyakan kredibilitas Nadiem dalam memimpin sektor pendidikan yang begitu krusial, dengan alasan bahwa latar belakang dan pengalaman Nadiem tidak sepenuhnya relevan dengan kebutuhan pendidikan nasional. Menurut JK, seorang menteri pendidikan tidak hanya harus memahami aspek teknis administrasi, tetapi juga memiliki kompetensi filosofis yang mendalam mengenai pendidikan, terutama dalam bagaimana nilai-nilai Pancasila diterapkan secara konkret dalam kebijakan dan kurikulum pendidikan.

Padahal, pendidikan adalah tulang punggung pembangunan bangsa yang memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, mandiri, dan berkarakter. Filosofi pendidikan nasional, yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, merupakan landasan dalam menciptakan manusia Indonesia yang berintegritas, memiliki kemampuan berpikir kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Namun, visi besar ini tidak akan tercapai tanpa kepemimpinan yang memahami secara mendalam filosofi pendidikan.

Pernyataan JK ini memicu perdebatan tentang pentingnya seorang menteri pendidikan yang tidak hanya memahami aspek teknis administrasi pendidikan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang filosofi pendidikan yang sejalan dengan cita-cita bangsa. Ki Hajar Dewantara, sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mengajarkan bahwa pendidikan tidak sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga proses pembentukan karakter dan jati diri anak bangsa. Filosofi pendidikan yang diusungnya, yang dikenal sebagai “Among”, menekankan pada pentingnya memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam filosofi ini, guru bukanlah otoritas yang mendominasi, tetapi fasilitator yang membantu siswa menemukan jati dirinya. Menteri pendidikan yang tidak memahami filosofi ini akan cenderung melihat pendidikan sebagai alat produksi, yang menghasilkan lulusan dengan keterampilan teknis semata, tanpa memperhatikan aspek-aspek penting seperti karakter, moralitas, dan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan yang hanya berfokus pada hasil akhir, seperti pencapaian nilai akademis, tanpa memperhatikan proses pembentukan karakter, akan menghasilkan generasi yang terampil tetapi kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.

Komentar