Jika pendidikan hanya diarahkan untuk memenuhi tuntutan industri, maka kita akan kehilangan generasi yang mampu berpikir kritis dan memiliki kesadaran akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan yang terlalu berorientasi pada keterampilan teknis akan menghasilkan generasi yang terampil secara teknis, tetapi tidak memiliki kepekaan sosial dan kesadaran politik. Seorang Menteri Pendidikan tidak boleh hanya terpaku pada paradigma pendidikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Ini adalah visi sempit yang mereduksi esensi pendidikan menjadi sekadar alat ekonomi, padahal pendidikan seharusnya membentuk manusia yang utuh—mandiri dalam berpikir, bertindak, dan berkarakter. Oleh karena itu, sangat mendesak bagi pendidikan di Indonesia untuk dipimpin oleh seseorang yang memiliki visi jauh melampaui aspek administratif, seseorang yang berani melepaskan pendidikan dari jeratan birokrasi yang kaku dan menghambat inovasi. Pendidikan harus menjadi sarana pembebasan membebaskan masyarakat dari ketergantungan dan menciptakan generasi yang mampu berdikari dalam ekonomi, politik, dan sosial, sejalan dengan filosofi yang diajarkan oleh Bung Karno.
Dalam konteks ini, kritik terhadap sistem pendidikan yang terlalu birokratis semakin relevan. Menteri yang hanya fokus pada pengelolaan teknis tanpa visi filosofis akan kehilangan arah dalam menjalankan misi penting mencetak manusia Indonesia yang berdikari, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun moral. Filosofi pendidikan nasional yang diperjuangkan oleh Bung Karno menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan, bukan sekadar proses teknis yang melayani elite. Hal ini mengingatkan kita bahwa pendidikan nasional harus dibebaskan dari kepentingan politik jangka pendek dan diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang mandiri, berintegritas, dan memiliki harga diri sebagai bangsa.
Lebih jauh lagi, seorang Menteri Pendidikan harus mampu menterjemahkan cita-cita proklamasi ke dalam sistem pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya yang mencintai bangsanya. Pendidikan yang hanya terjebak dalam logika yang melahirkan generasi yang cerdas secara teknis, namun kehilangan moralitas dan kesadaran akan tanggung jawab sosial. Presiden yang akan datang harus mempertimbangkan sosok yang tidak hanya populer, tetapi yang memiliki kedalaman visi dan kompetensi yang selaras dengan filosofi pendidikan yang dicanangkan pendiri bangsa.
Oleh: Dr. Benny Susetyo, Pakar Komunikasi Politik
Komentar